... justru berkumpul di sana untuk menyaksikan olahraga paling liar di dunia alih-alih meratapi para korban pasukan kavaleri Mongol itu... "
Kabul (ANTARA News) - Belasan laki-laki berteriak dan berlari pontang-panting ke atas bukit begitu kuda-kuda lari dengan kecepatan penuh menyeruak ke arah mereka. Padang sabana bergemuruh, kaki kuda-kuda menyentak, dan punggungan bukit dilalui menuju lembah dan punggungan yang lain.

Festival Jalur Sutra atau Silk Road Festival di dataran tinggi Afghanistan--dataran di mana tidak terbilang pasukan berkuda Genghis Khan tewas di sana delapan abad lalu. Genghis Khan alias Khan Yang Terakbar, hampir menguasai Eropa dan Asia pada saat itu. 
 
Tapi pekan ini, orang-orang justru berkumpul di sana untuk menyaksikan olahraga paling liar di dunia alih-alih meratapi para korban pasukan kavaleri Mongol itu.

Demikian dilaporkan The Guardian.

Dalam festival itu juga dilombakan balap kuda dan tarik tambang, semuanya dimaksudkan untuk mengasah keterampilan bertempur generasi muda di daerah tersebut.

Lucunya, para penonton era 2013 ini datang dengan sepeda motor modern yang meraung-raung atau Toyota picup atau Jeep usang yang sebenarnya juga berfungsi sebagai tempat berlindung ketika tim buzkashi yang bergemuruh itu melintasi mereka.

Buzkashi adalah permainan mirip olah raga polo. Permainan terdiri dari dua tim yang seluruh pemainnya naik kuda, seperti di polo. Tapi bukan bola yang digunakan dalam permainan itu, namun bangkai kambing.

"Ini pertama kalinya dalam hidup saya melihat buzkashi secara langsung, sedikit menakutkan sih," kata seorang pelajar dari Provinsi Ghazni, Fariba, yang mencoba mengambil foto para penunggang kuda buzkashi.

"Sangat menyenangkan melihat orang-orang menikmati acara ini dan menunjukkan pada dunia sisi lain dari negara kami," kata fariba.

Festival ini adalah satu dari sekian kesempatan mustahil bagi Afghanistan yang notabene negara terisolasi untuk merayakan warisan leluhurnya.

Negara dataran tinggi itu kini tenggelam dalam jurang kemiskinan sejak orang-orang lebih memilih rute laut untuk berdagang dari Timur ke China, India, atau dari Barat ke Eropa.

"Buzkashi adalah olahraga kami," kata seorang petugas polisi yang menjadi wasit buzkashi; Habibullah Elkani.

Elkani bertugas selama empat tahun di dekat perbatasan pemberontak di Kandahar sebelum akhirnya pulang kampung dan menekuni buzkashi.

Acara yang berlangsung selama tiga hari itu juga termasuk lomba baca puisi yang diikuti para pria yang mengasah keterampilan bertempur verbal mereka dengan meringkuk di kompor-kompor komunal pada musim dingin yang panjang.

Selain itu juga ada lomba mencari koin dalam mangkuk-mangkuk yoghurt menggunakan mulut.

Festival yang telah menginjak tahun kelima itu, merayakan potensi daerah yang baru saja lolos dari kerusakan terburuk Afghanistan pascakekerasan di tahun 2001, dan di tengah meningkatnya kekhawatiran tentang masa depannya tanpa pasukan asing.

Semua pasukan tempur koalisi akan meninggalkan Afghanistan pada akhir tahun depan.

"Orang-orang khawatir, sangat khawatir, ketika Anda berbicara tentang 2014," kata Reza Mohammadi. "Tapi hidup harus jalan terus, dan orang-orang yang mencoba untuk membuat masa depan yang terbaik bagi diri mereka sendiri, keluarga mereka dan negara mereka," lanjutnya.

"Orang-orang dari Bamiyan yang membuat tempat ini damai, bukan polisi atau orang-orang militer," tambahnya, mengutip tingginya jumlah perempuan dalam pendidikan sebagai salah satu prestasi.

Perempuan juga terwakili dalam festival itu; presenter acara tersebut perempuan, tempat menonton khusus perempuan juga tersedia.

Gemuruh kegembiraan meledak ketika penyanyi Sajid Hussain Jannaty muncul di panggung, dengan latar belakang tebing dihiasi sisa-sisa biara Buddha yang berumur lebih dari satu milenium.

Jannaty memenangkan Afghan Star, versi imitasi dari Pop Idol, dengan lagu-lagu yang diambil dari musik tradisional dataran tinggi.

"Jika Anda berpikir bahwa tinggal di Afghanistan selalu soal perang, kemiskinan, banyak tempat tidak memiliki listrik atau air bersih, maka orang butuh musik karena itu adalah makanan untuk pikiran."

Festival diadakan di dekat danau, sebuah irisan biru di antara bukit-bukit yang tandus.

Para pengunjung berjalan di antara konser musik, perahu-perahu angsa di danau, tenda-tenda makanan yang menjual semangka dan gorengan.

"Ini pertama kalinya saya kemari, tapi saya merasa aman," kata Sayed Abul Hasan, seorang insinyur di Angkatan Udara Afghanistan.

Penerjemah: Ida Nurcahyani
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2013