Magelang (ANTARA News) - Di bawah terik matahari, sejumlah anak lak-laki berlari-lari di jalan di antara areal persawahan relatif tak begitu luas di kawasan Sempu, Secang, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.

Tujuan mereka, ke tempat jatuhnya balon tradisional ukuran raksasa di tengah perkebunan tebu di pinggir dusun setempat, kawasan Jalan Raya Magelang-Semarang itu.

Beberapa orang dewasa lainnya telah berdiri di pinggir areal setempat, menyaksikan jatuhnya balon tradisional berwarna merah putih yang dilepaskan masyarakat Kampung Kauman, dekat dengan Pondok Pesantren Payaman.

Siang hari itu, Kamis (15/8), tepat tujuh hari setelah hari pertama Lebaran 2013 yang jatuh pada hari Kamis (8/8). Saatnya, Pondok Pesantran Payaman yang didirikan pada era 1930-an oleh K.H. Muhammad Sirodj bin Abdurrosyid--dikenal dengan sebutan Romo Agung--menggelar tradisi "Syawalan", sebagai bagian dari perayaan Idulfitri.

Ribuan umat Islam berasal dari berbagai daerah, mengikuti pengajian di makam Romo Agung, di belakang Masjid Agung Payaman.

Masyarakat Kampung Kauman, Desa Payaman, Kecamatan Secang, di dekat ponpes setempat memeriahkan tradisi "Syawalan" dengan melepaskan balon tradisional.

"Untuk tahun ini, karena `Syawalan` bertepatan dengan puncak peringatan HUT RI, masyarakat mengemas secara khusus," kata seorang pemuka pemuda Kampung Kauman, Desa Payaman, Muhammad Yasin Awan Wiratno.

Masyarakat setempat menamai tradisi melepas balon tradisional saat "Syawalan" kali ini, sebagai "Festival Balon Syawalan Merah Putih".

"Menjadi ungkapan kecintaan warga terhadap negeri ini yang tahun ini berumur 68 tahun," katanya.

Pada "Syawalan" tahun-tahun sebelumnya, puluhan balon tradisional yang mereka lepaskan terbuat dari plastik dan saat mengudara berwarna hitam karena tersisi oleh asap yang mendorongnya mengangkasa.

Kali ini, mereka melepas balon tradisional dengan ditandai simbol-simbol bendera kebangsaan, Merah Putih. Jumlah balon yang dilepaskan tak lepas dari tanggal keramat atas peristiwa proklamasi kemerdekaan RI, yakni 17 Agustus 1945.

Sebanyak 17 balon dari bahan plastik, masing-masing setinggi 4 meter dan diameter 2 meter, dengan properti beberapa bendera Merah Putih ukuran relatif kecil dan delapan balon dari kertas warna merah dan putih, masing-masing setinggi 5 meter dan diameter 2,5 meter.

Selain itu, 45 balon lainnya terbuat dari plastik, masing-masing berukuran tinggi 3 meter dan diameter 2 meter dengan properti sejumlah bendera Merah Putih ukuran relatif kecil.

Pembuatan balon itu menghabiskan sekitar satu rim kertas warna merah dan tiga rim warna putih serta 30 bal plastik.

"Sejak awal masa puasa Ramadan kemarin, pemuda dan remaja di sini mengerjakan balon-balon itu secara gotong royong," katanya.

Balon warna merah putih yang mendarat di arel kebun tebu di kampung Sempu, beberapa kilometer utara Ponpes Payaman itu, adalah balon kedua yang dilepas oleh masyarakat Payaman.

Balon pertama mereka lepaskan dengan ditautkan bendera Merah Putih. Balon tradisional berwarna merah putih ukuran raksasa itu, juga bertuliskan dengan huruf relatif besar, "HUT 68 RI".

Mereka juga mengawali dengan pambacaan doa singkat, "Bismillahi ar-rahmani ar-rahimi" (dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang).

Pelepasan balon juga ditandai dengan lantunan lagu kebangsaan, Indonesia Raya, secara bersama-sama oleh masyarakat.

Ketua Panitia Festival Balon Syawalan Merah Putih Rokhimin Nusantara memimpin para pemuda setempat untuk pelepasan balon Merah Putih itu satu per satu.

Masyarakat bertepuk tangan dan bersorak tanda sukacita, setiap kali balon-balon yang telah diisi dengan asap itu, bergerak meninggalkan kampungnya, mengangkasa seiring dengan tiupan angin.

"Kami bersyukur atas kegembiraan Lebaran. Dengan `Syawalan` ini sekaligus memperkuat jiwa patriotisme dan memperkukuh jiwa kebangsaan," kata Rokhimin.

"Balon Syawalan Merah Putih" yang mereka angkasakan kali ini, seakan mengirim warta gembira berlebaran masyarakat Ponpes Payaman dan sukacita mereka karena usia makin matang negeri ini.

(M029/D007)

Pewarta: MH Atmoko
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2013