Setelah semua orang yang berpuasa memasukinya, pintu itu pun ditutup dan tak akan ada lagi yang masuk melaluinya"
Bulan Ramadhan adalah bulan penuh berkah, bulan ibadah, bulan mujahadah, bulan rahmah, bulan maghfirah, bulan diturunkannya Al Quran pada malam Lailatul Qadar.

Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya di dalam surga terdapat satu pintu yang dinamakan pintu al Rayyan yang hanya dimasuki oleh orang-orang yang berpuasa. Ditanyakan (oleh pintu tersebut): ‘Di manakah orang-orang yang berpuasa?’ Maka mereka pun masuk dari pintu tersebut. Setelah semua orang yang berpuasa memasukinya, pintu itu pun ditutup dan tak akan ada lagi yang masuk melaluinya.” (HR. Muslim, dari Sahl Ibn Sa’d).

Hadits tersebut menerangkan keutamaan puasa dan kedudukan orang-orang yang berpuasa di sisi Allah SWT. Allah mengistimewakan mereka yang ikhlas, sabar dalam menjalankan ibadah puasa, mengendalikan hawa nafsu dengan sekuat tenaga, dengan memasukkan mereka ke dalam surga melalui pintu khusus yang bernama Al-Rayyan.

Kata al Rayyan berarti pengairan, segar, dan juga pemandangan yang indah. Tentu saja makna ini menjadi semacam “imbalan” yang sesuai bagi keadaan orang-orang yang berpuasa menahan dirinya dari makan dan minum, serta hawa nafsunya.

Penyebutan pintu al Rayyan ada “di dalam surga” tentu dimaksudkan agar orang-orang yang berpuasa merasa bahwa dalam pintu tersebut terdapat kenikmatan dan kenyamanan surgawi, sehingga diharapkan akan menambah keinginan dan kerinduan untuk dapat merasakannya.

Apa yang tertuang dalam hadits tersebut merupakan penghormatan dari Allah SWT kepada orang-orang yang berpuasa, atas keikhlasannya menjalankan ibadah.

Jadi, yakinlah bahwa pahala dan balasan Allah bagi orang-orang yang berpuasa adalah penuh, besar, dan tidak terhitung. Ada pun masuknya orang-orang yang berpuasa ke surga melalui pintu al-Rayyan ini merupakan tambahan pahala dan penghormatan semata.

Oleh karena itu, sungguh mengherankan jika ada sebagian kawan-kawan sesama muslim yang justru merasa berat dengan hadirnya Ramadhan, merasa bahwa puasa mengekang segala kebebasannya. Selain itu, ada pula yang merasa biasa-biasa saja dengan datangnya Bulan Suci Ramadhan, karena merasa bahwa bulan Ramadhan hanya rutinitas biasa yang datang silih berganti sebagaimana bulan-bulan lainnya.

Sikap ini tentu bukan cerminan ketakwaan yang ada dalam hati, melainkan timbul dari hati yang “sakit” yang terbiasa dengan maksiat. Semoga kita terlindung dari sikap seperti ini.

Arief Mujayatno

Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2015