Suatu ketika Amirul Mukminin Umar bin Khattab RA pernah dimarahi oleh istrinya. Ia hanya terdiam mendengarkan. Padahal semua orang tahu bahwa saat itu, Umar-lah satu-satunya manusia yang setan pun takut kepadanya. Namun saat dimarahi itu, Umar hanya terdiam dan menyimak semua keluh kesah istrinya.

Ketika sahabat bertanya kepadanya mengenai alasannya diam saat dimarahi istrinya, Umar pun menjawab, “Karena dia telah melahirkan anakku, menjaga dan mendidiknya... Maka amarahnya, tak sebesar pengorbanan yang ia lakukan untuk keluargaku...”

Kisah itu mengajarkan kepada kita, betapa Islam sangat memuliakan perempuan. Al Quran telah menginformasikan bahwa tinggi rendahnya martabat seseorang di hadapan Allah SWT hanyalah karena nilai pengabdian dan ketakwaan kepada Allah semata, bukan karena jenis kelamin atau karena tinggi rendahnya status sosial, atau dari bangsa mana berasal.

Surat Al Hujuraat (49) ayat 13 menyebutkan, “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah SWT ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.

Dalam ayat tersebut, Allah mengisyaratkan bahwa penilaian terhadap manusia tidaklah dilihat dari sisi fisik material, tetapi pada aspek kualitas ketakwaannya, dan hal itu sekaligus menghapus diskriminasi terhadap perempuan yang sudah membudaya pada masa sebelum datangnya Islam.

Ajaran Islam datang untuk membebaskan perempuan dari stigma jahiliyah yang memandang perempuan sebagai makhluk rendah. Islam memproklamirkan, perempuan adalah makhluk mulia yang memiliki harkat dan martabat. Islam menegaskan, semua manusia (perempuan dan laki-laki) diciptakan dari unsur yang satu (nafs wahidah), yang menempatkan perempuan sebagai mitra sejajar laki-laki.

Islam pun memosisikan perempuan khususnya kaum ibu pada tempat terhormat sebagai orang yang telah mengandung, melahirkan, membesarkan, dan mendidik anak-anak dari suaminya. Bahkan di balik kesuksesan seorang suami, di belakangnya tidak terlepas dari peran sosok istri yang mendampinginya.

Oleh karena itu, peran perempuan sudah selayaknya lebih diberdayakan lagi dalam upaya ikut serta mewujudkan generasi-generasi yang unggul, cerdas, bertakwa kepada Allah SWT, sehingga dapat tercipta masyarakat yang sejahtera, damai, bahagia dalam ridha Allah SWT (baldatun thoyyibatun wa rabbun ghofur).

Arief Mujayatno

Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2015