Jakarta (ANTARA News) - Dari sisi logika, Perang Badar antara umat Islam dengan Kuraisy (Quraisy) pada 17 Maret 624 atau 17 Ramadan 2 Hijriah, kaum muslimin bakal kalah lantaran selain jumlahnya hanya sekitar 300 orang melawan musuhnya jauh lebih besar, 10.000 orang.

Indikasi bakal kalah sejak awal sudah terlihat; kebanyakan orang Islam adalah miskin, tak punya senjata modern layaknya tentara musuh. Meski jumlahnya sedikit dari sisi disiplin sangat baik, semangat dan patuh terhadap instruksi Nabi Muhammad SAW akhirnya pertempuran tersebut dimenangkan kaum muslim. Lawan mundur dalam suasana kacau.

Sesungguhnya umat Islam mampu melepaskan diri dari tekanan Kuraisy dengan cara hijrah. Hijrah tidak sekedar secara fisik, yaitu meninggalkan kota Mekah ke Madinah. Hijrah di sini dimaknai juga meninggalkan sikap egois terhadap pemilikan harta dan lebih mementingkan persatuan melalui semangat jihat membela agama Allah.

Rasulullah berhijrah ke Madinah tidak dalam satu rombongan besar, atau bertolak lebih awal. Nabi Muhammad SAW baru meninggalkan Mekah setelah para sahabatnya bertolak ke Madinah lebih dulu. Saat itu, banyak sahabat Rasulullah meninggalkan Mekah terdiri dari para orang kaya. Di tengah tekanan ancaman pembunuhan, mereka berhasil meninggalkan Mekah dan mendapat sambutan hangat di Madinah.

Ada kisah menarik dari peristiwa hijrah itu. Khususnya terkait dengan sahabat nabi, Abu Bakar yang menemani Rasulullah SAW berhijrah. Sebelum bertolak ke Madinah, Nabi Muhammad SAW minta Ali untuk pindah tidurnya ke tempat Rasulullah. Nabi pun minta Ali untuk mengenakan bajunya guna mengelabui kaum Kuraisy.

Abu Bakar yang diminta Rasulullah SAW untuk menemani ke Madinah, sempat menangis. Pasalnya, sebelum ke luar dari rumah Rasulullah, Abu Bakar bertanya kepada Rasulullah. Kata Abu Bakar, apakah Allah ridho.

Lantas Rasulullah menjawab bahwa Allah memilih Abu Bakar. Allah telah memilih Abu Bakar. Abu Bakar pun kemudian menangis.

Setelah keluar rumah, Rasulullah memilih arah selatan. Padahal, harusnya ke utara. Abu Bakar lantas bertanya kepada Nabi, kenapa memilih ke arah selatan bukan ke utara sebagamana arah Madinah.

Dijawab oleh Nabi Muhammad SAW karena di arah utara banyak pasukan musuh, bersenjata lengkap sudah siap membunuh dirinya.

Dalam perjalanan bersama Rasulullah SAW, Abu Bakar menyaksikan Rasulullah luka kakinya karena mendaki bukit berbatu. Lantas beristirahat di sebuah gua dan nyaris terlihat musuh. Jika saja musuh itu jongkok, Rasulullah dan Abu Bakar bakal terlihat. Syukur hal itu tak terjadi.

Di dalam gua, Rasullullah tidur di lantai tanah. Abu Bakar merasa iba dan minta Rasulullah mengenakan sebelah paha kakinya sebagai bantal. Tak lama, muncul ular dari sebuah lubang. Abu Bakar tidak terkejut. Ia berusaha menghalau ular itu tanpa mengganggu tidurnya Rasulullah SAW.

Dengan sebelah kaki, Abu Bakar menyumpal lubang ular. Tentu saja kakinya digigit. Rasa sakit ditahannya. Air mata pun mengalir dan mengenai wajah Rasulullah yang kemudian terbangun. Ditanya Rasullulah, mengapa menangis, Abu Bakar mengatakan, tidak ada apa-apa. Dan, Rasulullah pun melanjutkan tidurnya.

Rasa sakit yang dialami Abu Bakar makin berat. Bisa ular sudah mengalir ke seluruh tubuhnya. Ia gemetar. Rasullah pun terbangun dan bertanya, ada apa. Abu Bakar menjelaskan bahwa ia digigit ular.

Rasulullah SAW pun kemudian mengobati Abu Bakar. Kemudian sang ular ditanya Rasullah, mengapa mengigit Abu Bakar, padahal manusia yang disakiti itu adalah pilihan Allah untuk menemani dirinya hijrah ke Madinah.

Ular itu menjawab, puluhan tahun ia hidup dalam kegelapan di gua itu. Baru sekali ini ia melihat cahaya terang. Ditanya Nabi, dimana cahaya yang dilihat itu. Padahal, gua ini gelap. Ular melanjutkan jawabannya bahwa yang dimaksud cahaya itu adalah diri Rasulullah.

Ketaatan Iman

Perang Badar pada bulan Ramadan dan kisah Abu Bakar menemani Rasulullah dalam berhijrah sarat dengan pesan tauhid, keimanan. Perang Badar tidak akan dimenangkan umat Islam jika saja iman umat Islam lemah. Secara kuantitas, banyaknya lawan bukan mustahil dapat dikalahkan.

Dan, kasus Abu Bakar menangis setelah dijelaskan Rasulullah bahwa dia dipilih Allah untuk menemenai Rasulullah berhijrah sangat berlawanan dengan kondisi saat ini. Banyak orang yang dipilih untuk menjadi pejabat mengungkapkan perasaannya dengan gembira.

Apa lagi terpilih melalui pemungutan suara dalam sebuah pesta Pilkada. Padahal jabatan yang dipegangnya itu ada amanah rakyat yang harus disejahterakan.

Abu Bakar berusaha menghalau ular keluar dari lubang lantaran tidak ingin Rasulullah yang sedang tidur diganggu dan digigit ular. Lebih baik dirinya menjadi sasaran "lawan", bukan atasanya, pemimpinnya yang sedang istirahat setelah berjuang habis-habisan (all out). Begitu pikir Abu Bakar.

Abu Bakar pun sedikit "rewel" dengan Rasulullah, banyak bertanya. Meski, ia sadari bahwa seorang Nabi Muhammad SAW dalam mengambil keputusan tidak pernah akan salah. Namun, rasa penasaran dan rasa ingin tahu setiap persoalan, akhirnya ditanyakan kepada Rasulullah.

Misal, tentang pemilihan arah perjalanan, yang kemudian dijelaskan Nabi Muhammad bahwa di arah perjalanan ke utara karena di sana sudah banyak pasukan musuh bersenjata lengkap.

Yang menarik, pertanyaan itu dijawab secara baik dan sabar oleh Rasulullah. Ya, menjadi pemimpin harus mampu memberi penjelasan secara baik dan tidak emosional. Ini adalah contoh bagaimana Rasulullah mengajarkan kepada umatnya agar bersikap transparan menghadapi suatu persoalan.

Kisah Perang Badar dan perjuangan Rasulullah kerap diangkat ke permukaan dalam ceramah-ceramah para ulama selama Ramadan ini. Tujuannya untuk memetik teladan Rasulullah dalam memimpin umatnya.

Ketua Asbihu Nahdlatul Ulama (NU), KH Musthofa Aqil Siradj, ketika berpuka puasa bersama anggota Asosiasi Bina Haji dan Umrah Nahdlatul Ulama (Asbihu NU) juga mengangkat penggalan kisah tersebut bermaksud agar anggota Asbihu mengembangkan sikap transparan, loyal terhadap pimpinan dan taat asas dalam beroganisasi.

Menurut adik kandung dari Said Aqil Siradj (Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama) di organisasi lain pun prinsip transparan yang diajarkan Nabi Muhammad SAW seperti kisah tersebut dapat diberlakukan. Ramadan yang diisi umat Islam dengan berpuasa, kegiatan ibadah (tarawih di masjid, misalnya) dan kesalehan sosial (membayar zakat dan infak) akan melahirkan ketaatan, yang salah satunya bisa mendorong organisasi mencapai sukses.

Ramadan sejatinya dapat menciptakan ketaatan iman dan sudah sepatutnya direalisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Hikmah Ramadan harus memberikan makna bagi kehidupan di hari-hari berikutnya, yaitu melahirkan manusia berakhlak mulia.

Pewarta: Edy Supriatna Sjafei
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2016