Jakarta (ANTARA News) - Ibadah puasa selama Ramadhan bagi karyawan Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) mungkin bisa disebut sesuatu yang menarik dan khas bagi karyawan Toyota di negara lain.

TMMIN tidak mengurangi produktivitas kerja meski sebagian besar karyawannya berpuasa, hal itu karena perusahaan punya siasat tersendiri agar produktivitas tetap maksimal selama Ramadhan.

I Made Dana Tangkas, Direktur Korporasi dan Hubungan Eksternal TMMIN menyatakan ada penyesuaian jam kerja karena ritme kehidupan sedikit berubah, sama seperti kebijakan yang dilakukan sebagian perusahaan di Indonesia.

Jam kerja dimajukan. Istirahat yang biasa dipakai untuk makan siang pun dikurangi durasinya.

Maka, karyawan bisa pulang lebih cepat sehingga mereka yang ingin berbuka puasa dengan keluarga dapat tiba di rumah masing-masing saat sebelum matahari terbenam.

Karyawan pabrik yang biasa selesai pukul 4sore bisa pulang hingga 30 menit lebih awal. Sementara karyawan kantor yang biasa pulang pukul 5 sore dapat keluar sejam lebih cepat.

"Hari pertama dan kedua, kebiasaan kita adalah ingin berbuka bersama keluarga di rumah," kata Made.

"Kita atur sedemikian rupa, agar pekerjaan tetap produktif tapi mereka bisa pulang cepat," imbuh dia. 

Di pabrik, ada standar baku yang mengatur pergerakan mesin agar setiap karyawan bisa bekerja di pos-pos masing-masing dalam memproduksi mobil secara nyaman. Termasuk dalam keadaan puasa.

"Sejauh ini tidak ada masalah di Toyota dengan waktu kerja," katanya.

Menariknya, apa yang dilakukan TMMIN untuk memfasilitasi karyawan selama Ramadhan justru menjadi contoh untuk perusahaan Toyota dari negara muslim lain, seperti Malaysia.

Mereka ingin tahu bagaimana Indonesia mengatur pola kerja selama bulan puasa. Apalagi para karyawan muslim juga punya keleluasaan untuk beribadah pada waktu-waktu tertentu. 

"Sempat ada beberapa negara muslim datang untuk bertanya bagaimana kita handle Ramadhan," ujar Direktur Administrasi TMMIN Bob Azam.

Menurut Bob, Toyota memberi keleluasaan bagi karyawan untuk menyesuaikan waktu ibadah mereka sendiri. Yang penting semuanya dibarengi dengan rasa tanggung jawab untuk tetap menjaga produktivitas. Misalnya, setiap grup mengatur giliran waktu shalat sehingga pekerjaan tidak terbengkalai.

"Kita ingin menunjukkan di negara mayoritas Islam di mana ada shalat lima waktu dan puasa tidak berdampak apa-apa (terhadap produktivitas)," paparnya.

Pewarta: Nanien Yuniar
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016