Jakarta (ANTARA News) - Bak pribahasa "Sekali Berkayuh, Dua Tiga Pulau Terlampaui", ratusan ribu pemudik yang kini mengunjungi Sumatera selama arus mudik-balik Lebaran 2016 dapat melengkapi kunjungannya dengan mencicipi kelezatan kuliner khas pulau ini.

Jumlah maupun ragam kuliner khas Sumatera yang dapat dinikmati pun terbilang banyak. Menurut foodie (penikmat makanan) Bondan Winarno, penulis buku "100 Makanan Tradisional Indonesia Mak Nyus" (2013), keberadaannya bahkan mencerminkan kebhinnekaan bangsa ini.

Penerima Satya Lencana Pembangunan dari pemerintah sebagai penghargaan atas jasa-jasanya kepada negara pada 1988 ini memilih setidaknya 33 kuliner dari Pulau Sumatera di dalam bukunya itu.

Ketiga puluh tiga makanan khas pulau yang dijuluki para pendatang dari India di masa lampau sebagai Swarna Dwipa atau Pulau Emas itu adalah Mie Aceh, Sie Itek (kuah bebek), Karee Kameng (kari kambing), Kaumamah, Gulai Kepala Ikan, Ayam Tangkap, dan Nasi Guri (Aceh).

Seterusnya, Soto Medan, Kwetiau Kerang, Bihun Kari, Gurame Kencong, Gulai Ikan Salai, Anyang, Ikan Tombur, Arsik Ikan Mas dan Ayam Pinadar (Sumatera Utara); Ikan Asam Pedas dan Sop Ikan (Riau); serta Kembung Betelok dan Lempah Kuning (Bangka Belitung).

Ada pula Rendang Kapau, Pangek Tuna, Gulai Itiak Lado Mudo, Dendeng Baracik, Dendeng Batokok, Udang Kipas Balado, Sate Danguang-danguang, dan Soto Padang (Sumatera Barat); serta Brengkes Tempoyak Patin, Pindang Udang Galah, Mi Celor, Tekwan dan Pempek (Sumatera Selatan).

Sekali pun banyak di antara jenis kuliner khas Sumatera itu kini dapat ditemukan di kota di mana para pemudik tersebut kini bermukim atau pun bekerja, mencicipi rasa makanan-makanan tersebut di daerah asalnya agaknya memberi pengalamanan tersendiri.

Betapa tidak, penikmat makanan sekelas Bondan Winarno saja masih memandang asal kuliner tertentu semisal ayam pop yang menjadi bagian dari menu andalan banyak rumah makan Padang di Jakarta dan Medan maupun kota-kota lain di Tanah Air menyuguhkan sensasi rasa yang berbeda.

Mengomentari pertanyaan seorang pengunjung Twitter pribadinya (https://twitter.com/PakBondan) tentang "apakah ayam pop yang benar digoreng lagi atau tidak?", dia mengatakan rasa ayam pop yang paling otentik dapat diperoleh di RM Family Benteng, Bukittinggi.

"Saya sering termangu-mangu bila mengenang keindahan Bukittinggi dan semua kulinernya," kata pria kelahiran Surabaya, 29 April 1950, ini menanggapi komentar Heddith Prawitakanthi dan Teddy S Hambali, dua pengunjung media sosialnya itu.

Bagi pemudik yang kebetulan melintas di Medan, mereka dapat menikmati aneka makanan khas Sumatera Utara itu di sejumlah rumah makan atau restoran yang ada di kota yang di masa lalu disebut Tanah Deli dan pada mulanya dibuka oleh seorang tokoh bernama Guru Patimpus ini.

Bagi para penyuka Soto Medan, Bondan Winarno dan laman resmi sejumlah agen perjalanan yang berbasis di kota ini merekomendasikan Rumah Makan Sinar Pagi, kedai yang terletak di Jalan Sungai Deli 2 D/1.

Rumah makan yang berdiri sejak 1967 dengan menu andalan berupa soto daging sapi atau pun daging ayam dengan lauk pendamping rempeyek udang itu, menurut informasi yang dihimpun dari laman resmi Premier Holiday Indonesia, juga dikenal warga Medan dengan sebutan rumah makan soto Simpang Majestik.

Bagi para penikmat Mie Aceh namun tidak sempat mengunjungi daerah asal kuliner yang menunjukkan adanya pengaruh Tionghoa dan India itu, Mie Aceh Titi Bobrok yang terletak di Jalan Setia Budi 17 D Medan bisa menjadi salah satu pilihan karena ramai dikunjungi.

Kehadiran gerai-gerai makanan khas Nusantara hasil olahan beragam etnis di Sumatera itu turut menopang industri pariwisata Sumut. Karena itu, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Sumatera Utara memasukkan kekuatan wisata kuliner tersebut ke dalam brosur promosi pariwisatanya.

Dalam soal rasa, kuliner yang disajikan banyak gerai makanan di Medan itu dinilai Pemprov Sumut tak kalah dengan makanan Nusantara dari daerah-daerah lain di Tanah Air.

Bahkan, Pemprov Sumut berani mengenalkan slogan "lezat dan lezat sekali" dalam brosur pariwisata terbitan 2014 berjudul "Selamat Datang di Sumatera Utara". Di Ibu Kota Sumut itu, ada beberapa pusat jajanan yang dapat dicoba.

Beberapa di antaranya adalah Merdeka Walk yang terletak di pinggir Lapangan Merdeka Medan atau depan Balai Kota Medan; pusat jajanan Jalan Pagaruyung Kampung Madras (dulu Kampung Keling-red.) yang menyajikan kuliner khas India dan Indonesia; dan Amaliun Food Court Jalan Amaliun No.3.

Dari segi harga, seporsi makanan dengan menu yang sama di Jakarta dan Medan relatif tidak berbeda. Gerai makanan khas Nusantara di Amaliun Food Court yang dilengkapi konser musik untuk menghibur para pengunjungnya ini mematok seporsi "Kwetiau Goreng Seafood" Rp23.000.

Dilihat dari kepentingan pengembangan industri pariwisata nasional, kedudukan kuliner tradisional Indonesia ini tidak bisa dianggap enteng karena berkaitan langsung dengan kebutuhan utama manusia saat melakukan perjalanan wisata.

Masalah kuliner yang berkaitan langsung dengan urusan perut warga setempat maupun wisatawan nusantara dan asing ini turut menentukan prospek daerah kunjungan wisata dimana kuliner tradisional tersebut berada, kata Dosen Program Studi Magister Pariwisata Universitas Udayana I.Nyoman Darma Putra dalam salah satu hasil studinya (2008).

Pewarta: Rahmat Nasution
Editor: Tasrief Tarmizi
Copyright © ANTARA 2016