Tanpa dukungan Pemda berat sekali, karena gangguannya juga datang dari kegiatan manusia
Jakarta (ANTARA) - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan menerapkan strategi perlindungan penuh dengan melibatkan para pihak termasuk masyarakat untuk menyelamatkan badak sumatera yang populasinya kurang dari 100 individu di Indonesia.

"Badak hanya ada di Sumatera dan Kalimantan untuk badak sumatera. Badak jawa hanya di Ujung Kulon. Setiap spesies bernilai global, punya karakteristik khusus dan rumit, sehingga penanganan pelestariannya juga jadi sangat rumit," kata Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Wiratno dalam webinar Selamatkan Populasi Terakhir Badak Sumatera oleh Yayasan Kehati secara daring diakses di Jakarta, Selasa.

Maka dalam perlindungan penuh tersebut ia mengatakan KLHK menerapkan Konservasi Lintas Batas yang melibatkan multi-stakeholder, multidisipliner, multi-level leadership, continous improvement based on science plus local wisdom, mentorship at field level.

Baca juga: Semarakkan HKAN, dua anak Badak Jawa lahir di TN Ujung Kulon

"Tanpa dukungan Pemda berat sekali, karena gangguannya juga datang dari kegiatan manusia, antropogenik. Ada rencana aksi dan pekerjaan sangat besar yang harus dilakukan. Saya sudah perintahkan staf untuk melakukan 'full protection', maka ada investasi besar atau 'refocusing' pendanaan di lakukan di Taman Nasional Gunung Leuser, pendanaan dan penguatan sumber daya manusia akan kita dukung sepenuhnya ini sebagai upaya bersama," kata Wiratno.

Kemitraan dan kerja sama para pihak, menurut dia, menjadi syarat utama, termasuk riset yang dilakukan universitas setempat dan lembaga-lembaga penelitian lainnya. Dukungan semua pihak termasuk masyarakat sekitar habitat badak sumatera harus benar-benar dipastikan.

"Masyarakat harus 'comply' dengan strategi yang baru, 'full protection' tersebut. Seperti di Taman Nasional Ujung Kulon itu luar biasa dan jadi perhatian publik dan media massa," ujar Wiratno dalam webinar digelar untuk memperingati Hari Badak Sedunia tersebut.

Baca juga: KLHK tindak jaringan perdagangan daring cula badak dan gading gajah

Dalam paparannya, Wiratno memperkirakan jumlah spesies terancam punah bernama latin Dicerorhinus sumatrensis tersebut di Taman Nasional Gunung Leuser sekitar 30 individu, di Taman Nasional Way Kambas sekitar 40-42 individu, di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan sekitar 15 individu. Sementara di Kalimantan Timur diketahui satu individu badak sumatera.

Direktur Eksekutif Yayasan Badak Indonesia (YABI) Widodo Ramono mengatakan distribusi keberadaan badak sumatera semakin tumpang tindih dengan pemukiman, kondisi habitatnya mengalami perubahan besar dalam tujuh tahun. Padahal mamalia ini perlu habitat khusus dan akan mudah tersingkir dengan adanya penggunaan lahan lain.

Hasil evaluasi jumlah minimum populasi badak sumatera yang dilakukan YABI bersama Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (BBTNBBS), WWF dan WCS Indonesia pada 2016 disepakati bahwa jumlah minimum badak sumatera di TNBBS sebanyak 17-24 individu berdasarkan data 2013.

Jika Rhino Protection Unit (RPU) di 2010 menemukan 187 tapak dan 59 perambahan di TNBBS, maka di 2017 mereka hanya berhasil menemukan 29 tapak dan 386 perambahan.

Baca juga: Badak "Delilah" berulang tahun

Sementara itu, hasil evaluasi jumlah minimum badak sumatera di Taman Nasional Way Kambas berdasarkan temuan persebaran tapak tahun 2010 sebanyak 10 sedangkan di 2017 ada 79, serta masih ditemukan pula perburuan ilegal terhadap gajah dan satwa lainnya. Dan hasil monitoring RPU di 2017 menyimpulkan terdapat 30-32 individu.

Sedangkan di Kawasan Ekosistem Leuser estimasi populasi badak sumatera berdasarkan survei 2017-2018 diperkirakan mencapai kurang lebih 55 individu.

Aksi darurat penyelamatan badak sumatera, menurut dia, memang perlu dilakukan mengingat kini semakin sulit menemukan keberadaan satwa liar dilindungi tersebut di habitatnya. Bahkan 204 kamera jebak yang dipasang di seluruh kawasan intensif protection zone TNBBS sulit merekam keberadaan mamalia penjelajah tersebut.

"Sampai sekarang kami belum dapat image. Seolah sedang cari kunci rumah jatuh di hutan. Sehingga belum bisa buka rumah kita sampai sekarang. Padahal kalau kita biarkan badak itu sendiri saja ya punah, sementara kita belum bisa emukan mereka ada di mana," kata Widodo.

Baca juga: Naik motor 40 kilometer, warga serahkan rangkong badak ke BKSDA Agam

 

Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2020