Jakarta (ANTARA News) - Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono menyerahkan pemberian sanksi bagi pernikahan siri yang diatur dalam rancangan undang-undang (RUU) tentang peradilan agama bidang perkawinan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).

"Saya serahkan kepada DPR," kata Menkokesra Agung Laksono di Jakarta, Kamis.

Menkokesra menambahkan dirinya belum bisa berkomentar banyak mengenai rancangan undang-undang tersebut.

"Saya belum bisa komentar banyak dan menyerahkan sepenuhnya pada DPR, kita tunggu saja hasilnya," katanya.

Draf RUU yang telah masuk Program Legislasi Nasional tahun 2010 itu memuat ketentuan pidana terkait perkawinan siri, perkawinan mut`ah, perkawinan kedua, ketiga, dan keempat.

RUU itu juga mengatur mengenai perceraian yang dilakukan di luar pengadilan, melakukan perzinaan dan menolak bertanggung jawab, serta menikahkan atau menjadi wali nikah yang dilakukan orang yang tidak berhak.

Ketentuan tersebut dapat diancam dengan hukuman penjara berkisar dari enam bulan hingga tiga tahun.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi Nasional Perempuan Ninik Rahayu mengatakan, pemberian sanksi bagi pernikahan siri perlu kehati-hatian.

"Contohnya bagi pria yang punya uang, berpendidikan, memiliki akses informasi yang bagus dan ada poligami terselubung di balik pernikahan sirinya wajar jika dikenai sanksi. Namun bagi perempuan miskin yang memang tidak punya biaya untuk mendaftarkan pernikahannya atau tidak punya akses informasi yang baik saya rasa tidak adil jika harus mendapat sanksi," tambahnya.

Sementara itu, seniman sekaligus aktivis perempuan Ratna Sarumpaet menyatakan dukungannya terhadap rancangan undang-undang itu.

Ia menjelaskan, undang-undang tersebut memang harus dibuat untuk melindungi hak-hak perempuan dan anak-anak.

"Banyak permasalahan yang ditimbulkan dalam perkawinan siri, salah satunya tidak jelasnya hak dan status perempuan baik dalam status perkawinan, ham, hidup, dan waris," katanya. (W004/A038)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010