Kendari (ANTARA News) - Penyidik Polres Konawe, Sulawesi Tenggara (Sultra) menetapkan aktivis anti korupsi dalam daftar pencarian orang (DPO) karena diduga kuat melarikan diri setelah ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana pemerasan.

Kabid Humas Polda Sultra AKBP Fahrurozzi di Kendari, Selasa mengatakan dua oknum mahasiswa aktivis anti korupsi tersebut adalah AM (22) dan HT (21).

"Pasca penetapan keduanya sebagai tersangka oleh penyidik tidak diketahui lagi keberadaannya. Alamat tempat tinggal sebagaimana yang dituliskan dalam berita acara pemeriksaan fiktif," kata Fahrurozzi.

Selain menetapkan AM dan HT sebagai tersangka juga penyidik berdasarkan alat bukti kuat telah menyeret HW (32) yang sehari-hari bekerja sebagai supir angkutan penumpang sebagai tersangka.

Tersangka HW (32) tidak melarikan diri dan teknis penanganan perkara dipisahkan dengan dua orang berstatus DPO tersebut.

Untuk mengoptimal pengejaran para tersangka yang diduga melakukan pemerasan sejumlah kepala sekolah di Kabupaten Konawe maka pihak kepolisian sudah menyebarkan foto dan identitas buronan tersebut.

Ia membantah tudingan bahwa oknum polisi melakukan penganiayaan terhadap tersangka sebelum melarikan diri.

"Ada informasi bahwa yang melakukan tindak penganiayaan adalah oknum polisi. Siapa pun kalau terbukti melanggar hukum harus diproses sesuai hukum yang berlaku tanpa pengecualian," kata Fahrurozzi.

Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Sultra, menurut dia sudah menindaklanjuti informasi dugaan perbuatan anarkis bagi aktivis anti korupsi tetapi tidak terbukti.

"Kalau hasil penyelidikan cukup bukti maka yang bersangkutan harus siap menerima sanksi berat karena akan menjalani proses hukum di pengadilan umum dan sidang kode etik Kepolisian," katanya.

Secara terpisah Presidum Gabungan Aktivis Sulawesi Tenggara (Gasteng) Laode Sariba mengatakan penganiayaan terhadap aktivis anti korupsi adalah upaya sistematis untuk mengekang elemen peduli pemberantasan korupsi.

"Preman ataupun polisi pelaku penganiayaan harus ditindak tegas oleh pihak berwenang. Negara kita negara hukum bukan negara hukum rimba," kata Sariba.(S032/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010