Jakarta (ANTARA News) - Pesawat Kepresidenan Garuda Indonesia Airbus 330-300 yang sedianya akan membawa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono beserta rombongan ke Belanda sudah terparkir di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Selasa, sejak pukul 10.00 WIB.

Saat itu, Presiden Yudhoyono sudah berada di kawasan Halim, namun untuk menghadiri peringatan Hari Ulang Tahun ke-65 Tentara Nasional Indonesia (TNI) di Pangkalan TNI Angkatan Udara Halim Perdanakusuma.

Menjelang tengah hari, satu per satu anggota rombongan kunjungan kenegaraan ke Belanda, termasuk awak pesawat, telah berdatangan ke bandara. Persiapan keberangkatan berjalan lancar sampai semua bagasi sudah masuk ke perut pesawat dan perangkat kepresidenan, termasuk para wartawan yang turut dalam rombongan sudah duduk manis di kursi kabin.

Para anggota rombongan yang terlanjur berada di dalam pesawat sudah menikmati minuman selamat datang berupa aneka jus buah yang disajikan pramugari, dan bahkan beberapa orang telah menyantap secangkir mie instan karena perut keburu lapar ketika waktu sudah menunjukkan pukul 13.00 WIB.

Kegiatan makan sembari bertukar informasi tentang kegiatan kunjungan kenegaraan di Belanda mulai terganggu ketika muncul kabar dari ruang tamu sangat khusus (VVIP) Bandara Halim Perdanakusuma bahwa konferensi pers belum dimulai oleh Presiden Yudhoyono, padahal keberangkatan dijadwalkan pukul 13.30 WIB.

Ketika waktu keberangkatan sudah terlewati, sempat beredar informasi bahwa Presiden Yudhoyono tengah menggelar rapat dengan beberapa menteri sehingga menunda waktu keberangkatan.

Namun, wartawan mengetahui kabar itu cepat berubah menjadi pembatalan keberangkatan ketika beberapa ajudan menteri yang sedianya turut dalam rombongan sibuk menurunkan tas-tas dari kabin pesawat. Beberapa anggota Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres) pun sibuk mondar-mandir di dalam pesawat dengan raut wajah tidak menentu.

Informasi dari ruang VVIP bahwa rangkaian mobil Presiden Yudhoyono telah disiapkan untuk meninggalkan bandara dan beberapa bagasi sudah diturunkan kembali dari pesawat, segera merebak.

Beberapa wartawan televisi segera merekam kesibukan di kabin pesawat dan secara bergantian melaporkan kabar pembatalan keberangkatan Presiden ke Belanda.

Kepastian tentang pembatalan itu baru diperoleh setelah Presiden Yudhoyono menggelar konferensi pers dan seorang petugas protokol mengumumkannya dalam kabin pesawat. Para anggota rombongan pun satu per satu meninggalkan pesawat dan mengambil kembali kopor yang terlanjur masuk ke dalam bagasi pesawat.

Secara tegas, dengan nada bicara agak tergetar, Presiden Yudhoyono menjelaskan alasan pembatalan keberangkatannya demi harga diri dan kehormatan bangsa.

Presiden terpaksa menunda kunjungan ke Belanda atas undangan Ratu Beatrix yang sebenarnya telah dilayangkan sejak 2006 karena pengadilan Den Haag, Belanda, mempercepat proses tuntutan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia yang diajukan oleh organisasi Republik Maluku Selatan (RMS) dan juga oleh warga negara Belanda.

Salah satu tuntutan yang diajukan oleh mereka adalah Presiden Yudhoyono ditangkap ketika sedang melakukan kunjungan kenegaraan yang direncanakan berlangsung pada 5-9 Oktober 2010.

"Bagi Indonesia, bagi saya, kalau sampai seperti itu digelar pengadilan pada saat saya berkunjung ke sana, itu menyangkut harga diri kita sebagai bangsa. Menyangkut kehormatan kita sebagai bangsa," kata Presiden.

Kepala Negara menegaskan, "Oleh karena itu, saya memutuskan untuk menunda kunjungan ini dan saya akan mengirim surat kepada PM Belanda mengapa kunjungan ini saya tunda dan sampai situasinya jernih tidak menimbulkan salah paham bagi rakyat Indonesia karena niat kita sesungguhnya ingin meningkatkan kerja sama."

Presiden mengemukakan, penundaan kunjungan ke Belanda bukan berkaitan dengan aksi unjuk rasa yang memang disiapkan RMS untuk menyambut kedatangannya di Den Haag. Bukan juga karena alasan ancaman keamanan yang baginya sudah menjadi hal biasa.

"Yang tidak bisa saya terima adalah ketika Presiden Republik Indonesia berkunjung ke Den Haag, Belanda, atas undangan Ratu Belanda dan juga PM Belanda, pada saat itulah, pada saat kunjungan, digelar sebuah pengadilan yang antara lain untuk memutuskan tuntutan ditangkapnya Presiden Indonesia," kata Presiden.

Presiden menilai kehadirannya di Belanda justru akan menimbulkan salah persepsi dan situasi psikologis yang tidak baik.

"Saya tidak ingin justru hubungan baik dengan negara mana pun, termasuk Belanda yang dalam perkembangannya justru meningkat kerjasamanya, diganggu dengan situasi psikologi seperti ini," ujarnya.

Kepala Negara pun memutuskan menunda kunjungan ke Belanda sampai waktu yang tidak ditentukan, setidaknya sampai keadaan jernih dan tidak mengganggu keberhasilan kunjungan kenegaraan yang diniatkan meningkatkan kerjasama kedua negara.

Menurut Presiden, kunjungan kenegaraan ke Belanda sebenarnya bernilai nyata karena kedua negara yang berbagi pengalaman sejarah amat panjang itu akan menandatangani perjanjian kemitraan komprehensif yang akan menjadi kerangka hubungan bilateral di segala bidang.

Juru bicara Kepresidenan Bidang Luar Negeri, Teuku Faizasyah, sebelumnya juga menyatakan bahwa peningkatan hubungan antara Indonesia-Belanda dimaksudkan untuk menghilangkan beban sejarah agar kedua negara semakin dewasa dalam menjalin kerja sama tanpa lagi menengok ke belakang.

Namun, ternyata tidak mungkin memandang ke depan tanpa membereskan persoalan di belakang. Hasilnya adalah jalan buntu yang tidak maju ke mana-mana seperti roda pesawat yang tidak bergerak sedikit pun di landasan Bandara Halim Perdanakusuma.

Itu semua dipilih Presiden, demi sebuah harga diri.
(T.D013/H-KWR/P003)

Oleh Diah Novianti
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010