Jakarta (ANTARA News) - Kejaksaan Agung menolak permohonan tersangka dugaan korupsi pada Sistem Administrasi Badan Hukum Kementerian Hukum dan HAM, Yusril Ihza Mahendra untuk menghadirkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai saksi meringankan dalam kasus itu.

"Sampai saat ini, tidak ada dokumen yang terkait dengan saksi meringankan yang diajukan oleh Yusril. Saksi itu harus ada relevansinya, yaitu yang mengalami, mengetahui, dan mendengar," kata salah satu penyidik Kasus Sisminbakum, Andi Herman, di Jakarta, Jumat.

Yusril mengajukan saksi meringankan, yakni, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ---pada saat pelaksanaan Sisminbakum, menjadi sebagai Menkopolkam---, mantan Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla ---pada saat pelaksanaan Sisminbakum, menjabat sebagai Menko Kesra---, mantan Presiden RI, Megawati Soekarnoputri, dan Kwik Kian Gie, mantan Kepala Bappenas.

Yusril mengancam mengajukan permohonan uji tafsir KUHAP yang mengatur soal saksi kepada Mahkamah Konstitusi (MK).

Andi menambahkan, penyidikan Kejagung dalam kasus Sismbakum itu, terkait dengan kebijakan terhadap penetapan tarif bagi setiap pemohon pembuatan badan hukum oleh pemohon/notaris melalui Sisminbakum, bukannya pada kebijakan layanan atau pelaksanaan Sisminbakum.

"Kebijakan layanan Sisminbakum, tentu kita mendukungnya. Layanan ini baik untuk mempercepat proses pembuatan badan hukum," katanya.

Ia menjelaskan kebijakan penetapan tarif itu menyalahi aturan dengan tarif pembuatan badan hukum sebesar Rp1.350.000. "Padahal seharusnya kutipan pembuatan badan usaha itu Rp200 ribu/pemohon," katanya.

Penambahan biaya pembuatan badan hukum sebesar Rp1.350.000 itu menyalahi aturan atau di luar ketentuan PNBP.

Kemudian, kata dia, dari keuntungan Sisminbakum sebesar Rp420 miliar dibagikan kepada rekanan yang membuat Sisminbakum, yakni, PT Sarana Rekatama Dinamika sebesar 90 persen dari keuntungan dan 10 persen untuk Koperasi Pengayoman Pegawai Kementerian Hukum dan HAM.

Ia menegaskan penetapan tersangka Yusril Ihza Mahendra itu bersama Hartono Tanoesudibyo (mantan Kuasa Pemegang Saham PT SRD), berdasarkan dari hasil putusan Mahkamah Agung untuk terpidana Yohanes Woworuntu.

Putusan MA itu, kata dia, ada tindak pidana korupsi dan ada uang pengganti dari kasus Sisminbakum yang harus dibayarkan.

"Jadi penetapan tersangka Yusril dan Hartono itu berdasarkan turunan dari putusan MA yang menyatakan bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi pada Sisminbakum," katanya. (*)

ANT/R021

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010