Yogyakarta (ANTARA News) - Aparat penegak hukum di Indonesia belum memiliki kesamaan persepsi dalam pemberantasan korupsi, kata Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bibit Samad Rianto.

"Salah satu contohnya, ada aparat penegak hukum yang memberi keringanan hukuman terhadap pelaku tindak korupsi, bahkan ada yang dibebaskan dari hukuman penjara dengan alasan hak asasi manusia," kata Bibit, di Yogyakarta, Sabtu.

Menurut dia, kalau alasan membebaskan dari hukuman atas dasar kemanusiaan, kenapa justru memilih untuk memanusiakan segelintir orang yang sudah jelas melakukan tindak korupsi, mengapa tidak memanusiakan rakyat banyak yang menjadi korban para koruptor.

Ia mengatakan pemberian keringanan atau membebaskan dari hukuman itu merupakan kemenangan para koruptor. "Selama ini KPK sudah susah payah membongkar praktik korupsi mereka, tetapi ujung-ujungnya justru diberi remisi," katanya.

Selain itu, menurut Bibit, belum adanya kesamaan persepsi

tentang antikorupsi juga terlihat di meja peradilan yang sering memberi sanksi jauh lebih ringan dari tuntutan KPK terhadap para koruptor.

"Akibatnya, para pelaku korupsi tidak pernah merasa bersalah. Mereka berdalih menjadi korban permainan politik atau sedang apes saja, kejahatannya terbongkar," katanya.

Bibit mengatakan praktik korupsi telah menggerogoti seluruh sendi kehidupan masyarakat dan bangsa. "Kehidupan ekonomi, politik, dan hukum, semuanya tercemar praktik korupsi," katanya.

Praktik korupsi itu, menurut dia dapat disandingkan dengan fenomena gunung es, dimana kasus yang terungkap ke publik sebenarnya jauh lebih sedikit dibandingkan dengan kasus yang belum terbongkar.

"Korupsi di negeri ini tidak akan hilang seluruhnya jika yang dihancurkan hanya puncak dari gunung es tersebut, sementara akarnya tetap dibiarkan," katanya.(*)

ANT/M008

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010