“Ramadhan adalah waktu yang tepat untuk bereformasi terutama untuk mereformasi diri maupun mereformasi akhlak. Namun jika dilihat dalam konteks radikalisme dan terorisme, yang menjadi concern dan harus diperbaiki adalah spiritualitas dalam beragama dan berbangsa,” ujarnya dalam acara “Deep Talk Indonesia Serial Ramadhan” yang diselenggarakan oleh Gerakan Indonesia Optimis, seperti dikutip dalam siaran pers Pusat Media Damai (PMD) BNPT, Jumat.
Menurutnya, Indonesia akan maju jikalau bangsa ini kuat dalam bidang intelektualitas dan spiritualitas.
“Artinya, agama akan kaffah jika didukung dengan rukun Islam, rukun islam dan rukun ihsan. Ihsan ini adalah aspek spiritualitas untuk membangun budi pekerti luhur serta membangun akhlak,” paparnya.
menjelaskan bahwa akhlak dan spiritualitas adalah vaksinasi dalam melakukan deradikalisasi. Seperti diketahui, deradikalisasi adalah proses pengembalian paham radikal menjadi moderat.
Menurutnya, hal itu harus ditandai dengan berubahnya akar ideologi radikal atau ideologi takfiri dan digantikan dengan ideologi moderat.
Baca juga: PITI: Ramadhan bulan berjihad dari keburukan untuk ciptakan perdamaian
Seseorang bisa dikatakan moderat kalau mereka menonjol tidak hanya ritualitasnya saja, tetapi juga spiritualitasnya. Tidak hanya kehidupan keagamaannya saja, namun juga akhlak dan budi pekerti yang luhur yang sejatinya merupakan misi utama para nabi, terutama Nabi Muhammad SAW, kata Nurwakhid.
Sementara itu, dalam kesempatan tersebut Nurwakhid juga berharap Gerakan Indonesia Optimis dapat ikut berperan dalam menangkal penyebaran paham radikalisme dan terorisme yang berkembang di Indonesia.
“Gerakan Indonesia Optimis dengan namanya optimis itu sudah memiliki nilai sufi, nilai tasawuf, dan nilai spiritual. Karena seseorang yang memiliki spiritualitas yang menonjol selalu optimis,” tuturnya.
Menurutnya, optimisme inilah yang seharusnya membangkitkan rasa syukur kita sebagai bangsa yang memiliki heterogenitas yang sangat plural, serta memiliki potensi yang luar biasa yang harus dibangun dalam toleransi atau bisa disebut 5 T.
Ia menjelaskan T pertama adalah tawassuth, moderat, berada di tengah, karena dengan di tengah bisa rahmatan lil alamin. T kedua adalah tawazun, seimbang, proposional. T ketiga adalah tasamuh, yaitu toleran. Hal ini sangat relevan bagaimana bangsa kita harus dibangun di atas toleransi karena keberagaman dan heterogenitas yang sangat plural.
Baca juga: BNPT kampanyekan program deradikalisasi melalui film Istighfar
T keempat adalah tawasul. Segala sesuatu harus menggunakan media, harus pakai protokoler dan sistem. Tawasul artinya sistem metodelogi ataupun media. T kelima adalah tabbayun. Kelompok radikal terorisme biasanya kurang cek dan ricek terhadap konten. Hasil survei di dunia maya sebanyak 67,7 persen adalah konten-konten keagamaan yang intoleran dan radikal.
“Maka 5T sangat efektif dan bagus untuk dijadikan jargon Gerakan Indonesia Optimis. Saya yakin akan hebat,” tambah Nurwakhid.
Lebih lanjut ia menerangkan bahwa potensi munculnya aksi radikalisme dan terorisme di bulan Ramadhan harus diwaspadai. Mengingat kelompok ini melakukan aksinya saat momentum hari-hari keagamaan.
“Bulan Ramadhan, kami di BNPT dan Densus, menjadi salah satu kalender Kamtibmas dari amaliyahnya kelompok radikal terorisme. Mereka akan melakukan aksi dan amaliyah di bulan Ramadhan, di bulan besar keagamaan non-muslim, serta Natal, Tahun Baru,” jelasnya.
Oleh karena itu Nurwakhid berpesan agar seluruh masyarakat harus siaga akan hal tersebut, karena potensi untuk melakukan aksi sangat besar, sehingga BNPT dan Densus 88 Anti Teror masif melakukan langkah preventif yaitu menangkap dan menindak.
Baca juga: BNPT ungkap propaganda radikal dan terorisme bersifat lintas negara
Pewarta: M Arief Iskandar
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2022