Pada Jumat pukul 01.45 WIT, puluhan pemuda Negeri Hila yang mengenakan pakaian putih berkeliling kampung sambil melantunkan zikir dengan iringan tabuhan rebana untuk membangunkan warga yang hendak sahur sebelum menunaikan ibadah puasa.
Hadrat berlangsung sampai sekitar pukul 03.30 WIT dan sebagaimana biasa diakhiri dengan pembacaan syair bernuansa Ramadhan.
Menurut tokoh adat Negeri Hila, Zulkarnain Ely, selama bulan suci Ramadhan hadrat dilakukan dua kali seminggu.
Ia menuturkan bahwa biasanya pawai hadrat paling ramai pada malam ke-27 Ramadhan atau tiga hari menjelang Hari Raya Idul Fitri.
"Tradisi ini memang tidak berbeda jauh dengan membangunkan sahur di daerah lain, namun pendahulu kita membuatnya dengan tujuan agar budaya zikir tetap lestari di kalangan anak muda maupun masyarakat pada umumnya," katanya.
Ia menuturkan bahwa hadrat merupakan tradisi turun-menurun di Negeri Hila. Beberapa tahun lalu tradisi tersebut sempat tidak bisa dilaksanakan karena para penabuh rebana sudah lanjut usia.
"Tapi kita sudah punya komunitas yang sebagian besar diisi oleh pemuda. Kita ajarkan mereka cara main rebana dan Alhamdulillah di hari ketiga Ramadhan semua bisa sama-sama berpartisipasi untuk melestarikan tradisi ini," katanya.
"Semoga generasi muda negeri ini tetap menjaga warisan leluhur. Apa yang dibuat leluhur tentu bermakna baik. Hilang tradisi, hilang budaya, berarti hilang jati diri," demikian Zulkarnain Ely.
Baca juga:
Tradisi Tapur tanpa pawai hadrat dan takbir karena COVID-19
Masyarakat Negeri Larike masih merawat tradisi "tunggu batal"
Pewarta: Winda Herman
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2022