Adapun pada tahun ini kebijakan moneter akan mulai diarahkan untuk menjaga stabilitas, baik itu stabilitas harga maupun nilai tukar rupiah, sedangkan kebijakan BI lainnya masih akan tetap mendorong pertumbuhan ekonomi.
"Jika inflasi terus tinggi maka tentu saja BI akan turun tangan dan kemudian menggunakan suku bunga acuan sebagai kebijakan akhir," ucap Destry dalam Side Event G20, High Level Discussion yang dipantau secara daring di Jakarta, Jumat.
Maka dari itu, langkah normalisasi BI saat ini baru dilakukan melalui kenaikan giro wajib minimum (GWM) untuk manajemen likuiditas.
Saat pandemi COVID-19 melanda, kata dia, bank sentral bersama Pemerintah Indonesia telah memberikan kebijakan yang sangat longgar, baik itu moneter maupun fiskal.
Salah satu kebijakan moneter yang longgar tersebut adalah penurunan GWM dengan tujuan menambah likuiditas perbankan.
Oleh karenanya, saat ini BI sedang mencoba untuk mengelola likuiditas tersebut dengan meningkatkan rasio GWM sebesar 300 basis poin mulai Maret, Juni, dan September 2022.
"Jika diperlukan atau kami melihat likuiditas masih cukup dan inflasi mulai meningkat, kami dapat meningkatkan lebih lanjut rasio GWM tersebut," ungkapnya.
Kendati demikian, Destry menjelaskan pihaknya akan mengoptimalkan penggunaan rasio GWM untuk mengelola stabilitas dan mengelola likuiditas dalam sistem.
Tetapi, dapat dipastikan bahwa kenaikan GWM tak akan memberi tekanan terutama bagi sektor perbankan karena sektor tersebut masih memiliki likuiditas yang sangat besar.
"Kami pastikan bank tetap akan memiliki likuiditas yang cukup untuk menyalurkan kredit dan membeli obligasi pemerintah," katanya.
Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2022