"Hal itu karena penerimaan cukai merupakan hasil perkalian dari jumlah produksi dengan tarif cukai. Karena delta kenaikan cukai lebih tinggi dari produksi IHT, maka penerimaan cukai tetap meningkat," kata Edy di Jakarta, Rabu.
Edy memaparkan, data Kemenperin menunjukkan bahwa produksi IHT pada periode 2016-2021 cenderung turun. Produksi pada 2016 sebesar 342 miliar batang menjadi 320 miliar batang pada 2021.
"Kenaikan produksi hanya terjadi pada tahun 2019, karena pada tahun tersebut cukai tidak dinaikkan," ujar Edy.
Meskipun produksi cenderung turun, lanjut Edy, namun penerimaan cukai IHT terus meningkat dari Rp137,95 triliun pada 2016 menjadi Rp188 triliun pada 2021.
Ke depan, kata dia, akan ada titik optimal tertentu, di mana produksi IHT yang kian menurun akan memengaruhi menurunnya penerimaan cukai. "Akan ada titik optimal di mana hasil perkaliannya akan lebih rendah, itu akan ada titik optimal seperti itu," katanya.
Menurut data tersebut, jumlah perusahaan IHT sejak 2016 hingga 2021 mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, yakni 751 perusahaan pada 2016 menjadi 869 pada 2021.
Adapun penerimaan cukai kian meningkat pada periode yang sama, yakni Rp137,95 triliun pada 2016 menjadi Rp188 triliun pada 2021.
Sementara itu, Edy menyampaikan bahwa kinerja ekspor IHT cenderung naik, namun pada tiga tahun terakhir menurun, karena dampak pandemi COVID-19. Pada 2016, penerimaan ekspor IHT sebesar 803,90 juta dolar AS menjadi 855,43 juta dolar AS pada 2021.
Edy menambahkan, IHT memberikan kontribusi terhadap pembentukan PDB non-migas cukup besar yaitu rata-rata sekitar 5 persen, meskipun pada dua tahun terakhir (masa pandemi COVID-19), kontribusinya turun menjadi 4,92 persen pada 2020 dan 4,59 persen 2021.
Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Slamet Hadi Purnomo
Copyright © ANTARA 2022