Jakarta (ANTARA) - Ketua Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PB PDGI) drg. Usman Sumantri, M.Sc. minta program Unit Kesehatan Sekolah (UKS) kembali aktif jalankan fungsi edukasi kesehatan pada peserta didik sejak dini, terutama edukasi mengenai pentingnya cara merawat kesehatan gigi dan mulut.

“Itu yang mau kami dorong ke Kemendikbud (Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi) kami advokasi karena UKS itu mati suri. Ada di daerah yang tetap menjalankan, tapi ada yang sebagian besar sudah tidak jalan,” kata Usman saat dijumpai media di Jakarta, Sabtu.

Menurut Usman program UKS di lingkungan sekolah memiliki peran yang sangat penting untuk mengubah perilaku atau menanamkan kebiasaan yang baik sejak awal. Di sisi lain, ia juga berpendapat bahwa perhatian pemerintah terhadap kesehatan gigi dan mulut masyarakat masih kurang.

​​Baca juga: Alasan Tri Putra konsisten edukasi kesehatan gigi lewat media sosial

“Sejak anak masih di TK dan SD, itu masa-masanya menanamkan perilaku hidup sehat. Kalau sudah lewat fase itu, susah. Apalagi gigi, kalau sudah berlubang tidak diselesaikan, ya, dia terus (ada masalahnya) sampai nanti,” katanya.

Dalam kesempatan yang sama, hal senada juga diungkapkan oleh mantan Menteri Kesehatan RI (2014- 2019) Prof. Dr. dr. Nila Djuwita Faried Anfasa Moeloek, Sp.M(K) dan mantan Menteri Kesehatan RI (2012-2014) dr. Nafsiah Mboi, Sp.A., M.P.H..

Baik Nila dan Nafsiah, keduanya juga mendorong agar fungsi UKS kembali diaktifkan untuk mempromosikan dan membangun kebiasaan baik dalam merawat gigi dan mulut.

“Tolong dong, UKS ini diaktifkan, UKS ini agak mati. Kurang kelihatan, nggak diangkat. Padahal pendidikan dari kecil itu kan penting sekali,” kata Nila melalui panggilan video.

Sementara Nafsiah menambahkan pihaknya mendorong organisasi profesi dokter seperti PDGI untuk terus memperluas jaringan dan membangun kerja sama dengan pemerintah terkait intervensi kebijakan.

Hal tersebut juga mengingat pada data Riskesdas yang menyebutkan sebanyak 57 persen masyarakat Indonesia mengalami permasalahan gigi dan mulut, namun hanya 10,2 persen yang berkunjung ke dokter gigi untuk memeriksakan diri.

“Tentu kita tahu bahwa pemerintah bisa berbuat lebih jauh. Terutama (dalam hal ini) mengaktifkan UKS. Baru kita bisa lihat ada perubahan dari yang 57 persen itu. Kalau tidak, ya, tetap saja,” ujar Nafsiah.

Selain itu, Nafsiah berharap agar sektor swasta dapat berkontribusi dengan berkolaborasi bersama berbagai pihak, termasuk pemerintah, untuk membuat terobosan baru terkait edukasi dan penanganan masalah gigi dan mulut di Indonesia.

Ia juga berpendapat bahwa sebetulnya setiap orang atau individu dapat melakukan sesuatu upaya demi membawa perubahan pada permasalahan seputar kesehatan gigi dan mulut.

“Kalau Anda punya anak kecil, tanamkan perilaku hidup bersih dan sehat. Kalau Anda nenek, tanamkan pada cucunya. Kalau Anda guru, bergerak di lingkungan sekolah supaya setiap anak bisa teredukasi bisa mengetahui cara merawat gigi dengan baik,” pesan Nafsiah.

Baca juga: PTGMI DKI canangkan inovasi terapis kesehatan gigi dan mulut

Baca juga: Dokter: Calon haji perlu periksakan kondisi gigi dan mulut

Baca juga: Pengobatan gigi lebih kompleks dan mahal jika pasien tunda ke dokter

Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2022