"Antara hisab dan rukyat tidak perlu lagi kita perdebatkan, apalagi saling mencari kelemahan kedua metode tersebut," kata Kepala Kantor Wilayah Kemenag Sumbar Helmi di Padang, Kamis.
Menurut Helmi, saat ini yang paling ideal ialah menggabungkan kedua metode penentuan hilal tersebut. Hisab digunakan untuk menentukan kapan melakukan rukyat. Sementara, metode rukyat dilakukan untuk membuktikan hisab.
Sebab, bisa saja metode hisab belum sampai tiga derajat, namun ketika dilakukan dengan metode rukyat sudah melihat adanya hilal.
Baca juga: Kemenag Belitung ajak saling menghormati perbedaan Idul Fitri
Baca juga: BMKG IV Makassar perkirakan hilal muncul 1,22 derajat usai gerhana
Eks Kepala Kantor Kemenag Kabupaten Padang Pariaman tersebut menambahkan penetapan awal Ramadhan dan 1 Syawal merupakan perintah dalam ajaran Islam.
Kemudian, apabila nantinya terdapat perbedaan dalam penetapan 1 Syawal, maka hal tersebut merupakan hal yang lumrah serta tidak perlu diperdebatkan.
Yang terpenting ialah bagaimana setiap anak bangsa tetap mengedepankan dan menjaga ukhuwah islamiah, persatuan dan kesatuan umat khususnya di Sumbar.
Pada kesempatan itu, ia juga menyingung soal indeks kerukunan di Sumbar dimana provinsi tersebut sempat berada di zona merah dengan nilai 63. Akan tetapi, saat ini sudah berhasil menaikkan nilai indeks tersebut menjadi 76 atau kategori zona hijau.
"Toleransi di Sumbar sudah bagus dan mari kita pertahankan serta terus ditingkatkan ke depannya," kata dia.*
Baca juga: MUI minta saling hormati dalam sikapi potensi perbedaan Idul Fitri
Baca juga: BMKG pantau hilal 1 Syawal dan gerhana matahari di Dermaga Cinta Ancol
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2023