Jakarta (ANTARA) - Banyak yang mengira bahwa berpuasa dapat membuat seseorang mudah lelah, sulit berkonsentrasi, dan mengalami penurunan fungsi otak. Namun, penelitian dalam bidang neurosains justru menunjukkan hal sebaliknya. Puasa memiliki manfaat luar biasa bagi kesehatan otak, termasuk dalam meningkatkan fungsi kognitif, ketahanan mental, dan regenerasi sel saraf.
Menurut ilmuwan neurosains Taruna Ikrar, puasa bukan hanya sekadar menahan lapar dan haus, tetapi juga menjadi proses biologis yang dapat memperkuat kemampuan berpikir dan daya tahan mental seseorang. Ada tiga mekanisme utama dalam otak yang terpengaruh oleh puasa, yaitu neurosinaptik, neurogenesis dan neurokompensasi.
1. Neurosinaptik: meningkatkan koneksi antar sel otak
Neurosinaptik berkaitan dengan bagaimana otak membentuk dan memperkuat koneksi antar sel saraf (sinapsis). Selama berpuasa, seseorang cenderung lebih berfokus, melatih kesabaran dan berpikir lebih positif. Jika dilakukan selama satu bulan penuh, puasa dapat membentuk pola pikir yang lebih baik dan meningkatkan kemampuan belajar serta memori.
Misalnya, seseorang yang terbiasa mudah marah dapat mengalami perubahan ke arah lebih sabar dan tenang karena otaknya beradaptasi dengan kondisi baru yang lebih terkendali. Hal ini disebabkan oleh peningkatan kadar neurotransmiter yang mendukung regulasi emosi dan kognisi.
2. Neurogenesis: regenerasi sel otak yang rusak
Puasa juga memicu neurogenesis, yaitu proses pembentukan sel-sel otak baru yang menggantikan sel-sel lama yang telah rusak atau mati. Saat seseorang berpuasa, terjadi mekanisme yang disebut autofagi, yaitu proses pembersihan sel-sel yang tidak berfungsi agar dapat digantikan dengan sel-sel yang lebih sehat.
Dalam konteks otak, ini berarti puasa membantu meningkatkan regenerasi neuron, yang berdampak pada peningkatan daya ingat, fokus dan kecepatan berpikir. Otak menjadi lebih segar dan responsif terhadap berbagai aktivitas intelektual.
3. Neurokompensasi: melatih otak agar lebih tahan terhadap penuaan
Seiring bertambahnya usia, fungsi otak seseorang akan menurun secara alami. Namun, puasa dapat membantu memperlambat proses ini melalui mekanisme neurokompensasi. Ketika seseorang menjalani puasa secara rutin, otak dilatih untuk beradaptasi dengan kondisi yang lebih menantang, seperti menahan lapar dan mengendalikan emosi.
Dengan demikian, puasa dapat memperkuat plastisitas otak, yaitu kemampuan otak untuk beradaptasi dan menciptakan jalur-jalur saraf baru. Ini sangat bermanfaat untuk mencegah penurunan kognitif terkait usia, seperti demensia dan penyakit Alzheimer.
Selain dampak biologisnya terhadap otak, puasa juga menjadi latihan mental yang efektif. Menahan diri dari makanan, minuman, dan hawa nafsu selama berjam-jam mengajarkan seseorang untuk lebih disiplin, fokus, dan memiliki kontrol diri yang lebih baik. Latihan ini pada akhirnya memperkuat mental seseorang dalam menghadapi berbagai tantangan hidup.
Ketika seseorang memahami hikmah ilmiah di balik puasa, maka ibadah ini tidak lagi hanya sekadar rutinitas tahunan, tetapi menjadi cara untuk meningkatkan kualitas hidup, baik secara spiritual maupun intelektual. Puasa bukan hanya mendekatkan seseorang kepada Allah SWT, tetapi juga membantu otak bekerja lebih optimal dan meningkatkan daya tahan mental dalam jangka panjang.
Baca juga: Hari Kesehatan Jiwa Sedunia, Menkes tantang nakes pelajari ilmu hormon
Baca juga: Empat rahasia neurosains agar anak cepat dalam belajar
Baca juga: Empat alasan berbasis neurosains seseorang berselingkuh
Pewarta: Allisa Luthfia
Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2025