Salah satu amalan yang dianjurkan adalah menghidupkan malam Idul Fitri dengan mengumandangkan takbir serta melaksanakan Shalat Id pada pagi harinya. Selain itu, terdapat beberapa amalan sunnah lain yang dapat dilakukan untuk menyempurnakan perayaan Idul Fitri.
Lantas apa saja amalan tersebut? Simak ulasannya berikut ini, yang telah dilansir dari situs resmi Nu online dan berbagai sumber lainnya.
Baca juga: 10 hari terakhir Ramadhan: Keutamaan, amalan, dan waktu Lailatul Qadar
Amalan-amalan sunnah Hari Raya Idul Fitri
1. Memperbanyak membaca takbir
Rasulullah SAW diriwayatkan senantiasa mengumandangkan takbir sejak malam terakhir bulan Ramadhan hingga pagi hari 1 Syawal. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam Al-Quran Surat Al-Baqarah ayat 185:
وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللهَ
Wa litukmilūl-‘iddata wa litukabbirūllāh
Artinya: “Dan sempurnakanlah bilangan Ramadhan, dan bertakbirlah kalian kepada Allah.” (QS. Al-Baqarah: 185).
Takbir Idul Fitri terbagi menjadi dua jenis:
• Takbir Muqayyad (dibatasi): Takbir yang dibaca setelah shalat, baik fardhu maupun sunnah.
• Takbir Mursal (tidak terbatas): Takbir yang dapat dikumandangkan kapan saja, tanpa terikat waktu shalat.
Takbir ini bisa dilakukan di berbagai tempat, seperti rumah, jalan, masjid, atau pasar. Kesunnahannya dimulai sejak matahari terbenam di malam 1 Syawal hingga imam melakukan takbiratul ihram dalam shalat Id.
Ada juga pendapat yang menyebutkan bahwa waktu takbir berakhir ketika matahari naik setinggi satu tombak (+3,36 meter). (Syekh Sa’id Bin Muhammad Ba’ali Ba’isyun, Busyra al-Karim, hal. 426).
Berikut salah satu bacaan takbir yang utama:
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ لَا إلَهَ إلَّا اللهُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَلِلهِ الْحَمْدُ، اللهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا وَالْحَمْدُ لِلهِ كَثِيرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيلًا لَا إلَهَ إلَّا اللهُ وَلَا نَعْبُدُ إلَّا إيَّاهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ لَا إلَهَ إلَّا اللهُ وَحْدَهُ صَدَقَ وَعْدَهُ وَنَصَرَ عَبْدَهُ وَهَزَمَ الْأَحْزَابَ وَحْدَهُ لَا إلَهَ إلَّا اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ
Allāhu akbar, Allāhu akbar, Allāhu akbar, lā ilāha illa Allāh, Allāhu akbar, Allāhu akbar wa lillāhil-ḥamd. Allāhu akbaru kabīrā, wal-ḥamdu lillāhi kathīrā, wa subḥānallāhi bukratan wa aṣīlā. Lā ilāha illa Allāh, wa lā na‘budu illā iyyāh, mukhliṣīna lahud-dīna wa law karihal-kāfirūn. Lā ilāha illa Allāh waḥdah, ṣadaqa wa‘dah, wa naṣara ‘abdah, wa hazamal-aḥzāba waḥdah. Lā ilāha illa Allāh, wa Allāhu akbar.
(Syekh Ibnu Hajar al-Haitami, Tuhfah al-Muhtaj, juz 3, hal. 54).
Baca juga: Doa dan amalan untuk keselamatan perjalanan Mudik Lebaran 2025
2. Makan sebelum shalat Idul Fitri
Hari raya Idul Fitri adalah salah satu hari yang diharamkan untuk berpuasa. Bahkan, dalam kitab-kitab fiqih disebutkan bahwa seseorang yang berniat untuk tidak berpuasa pada hari tersebut mendapatkan pahala seperti orang yang sedang menjalankan puasa di hari-hari biasa yang tidak dilarang.
Sebelum berangkat shalat Id, Rasulullah SAW terbiasa makan kurma dalam jumlah ganjil, seperti tiga, lima, atau tujuh butir. Dalam hadis disebutkan:
"Pada waktu Idul Fitri, Rasulullah SAW tidak berangkat ke tempat shalat sebelum memakan beberapa buah kurma dengan jumlah yang ganjil.” (HR. Ahmad dan Bukhari)
3. Melaksanakan shalat Idul Fitri
Shalat Idul Fitri memiliki hukum sunnah muakkadah (sangat dianjurkan), bahkan sebagian ulama berpendapat bahwa hukumnya fardhu kifayah (kewajiban kolektif). Dalil kesunnahannya terdapat dalam firman Allah dalam surat Al-Kautsar:
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
Fa shalli lirabbika wan-ḫar
Artinya: “Maka shalatlah kepada Tuhanmu dan berkurbanlah.” (QS. Al-Kautsar: 2)
Mayoritas ulama tafsir menyatakan bahwa kata shalat dalam ayat tersebut merujuk pada shalat hari raya (Idul Fitri dan Idul Adha). Nabi Muhammad SAW juga senantiasa menunaikan shalat Id setiap tahunnya sejak tahun kedua hijriyah, bertepatan dengan turunnya kewajiban puasa Ramadhan di bulan Sya’ban. (Ibnu Hajar al-Haitami, Tuhfah al-Muhtaj, juz 3, hal. 39).
Shalat Idul Fitri disunnahkan bagi laki-laki maupun perempuan dan lebih utama dilakukan secara berjamaah. Sebaiknya, shalat ini dilaksanakan di masjid jika kapasitasnya mencukupi. Namun, jika masjid tidak mampu menampung seluruh jamaah, maka lebih utama dilaksanakan di lapangan terbuka.
Baca juga: Kumpulan doa di Hari Raya Idul Fitri yang dianjurkan untuk diamalkan
4. Mandi sunnah sebelum Shalat Id
Disunnahkan bagi setiap Muslim, baik laki-laki maupun perempuan, termasuk wanita yang sedang haid atau nifas, untuk mandi pada Hari Raya Idul Fitri. Kesunnahan ini juga berlaku bagi mereka yang tidak melaksanakan shalat Id, seperti orang sakit.
Waktu pelaksanaan mandi dimulai sejak tengah malam hingga tenggelamnya matahari pada 1 Syawal, namun lebih utama dilakukan setelah terbit fajar. (Syekh Sulaiman al-Bujairimi, Tuhfah al-Habib ‘Ala Syarh al-Khathib, juz 1, hal. 252).
Contoh niat mandi Idul Fitri:
نَوَيْتُ غُسْلَ عِيْدِ الْفِطْرِ سُنَّةً لِلهِ تَعَالَى
Nawaitu ghusla ‘îdil-fiṭri sunnatan lillâhi ta‘âlâ.
Artinya: “Aku niat mandi Idul Fitri, sunnah karena Allah Ta’ala.”
5. Berjalan kaki menuju tempat Shalat
Disunnahkan untuk berjalan kaki menuju tempat pelaksanaan shalat Idul Fitri, sebagaimana yang disampaikan oleh Sayyidina Ali:
مِنْ السُّنَّةِ أَنْ يَخْرُجَ إلَى الْعِيدِ مَاشِيًا
Minas-sunnati an yakhruja ilal-‘îdi mâsyiyan.
Artinya: “Termasuk sunnah Nabi adalah keluar menuju tempat shalat Id dengan berjalan.” (HR. At-Tirmidzi, dan beliau menyatakannya sebagai hadis hasan).
Namun, bagi mereka yang memiliki keterbatasan fisik, seperti orang tua atau orang yang lumpuh, diperbolehkan untuk menggunakan kendaraan. Begitu pula dalam perjalanan pulang setelah shalat Id, tidak diwajibkan berjalan kaki. (Syekh Zakariyya al-Anshari, Asna al-Mathalib, juz 1, hal. 282).
Baca juga: Doa dan amalan untuk keselamatan perjalanan Mudik Lebaran 2025
6. Mengunjungi tempat keramaian
Pada suatu Hari Raya Idul Fitri, Rasulullah SAW menemani Sayyidah Aisyah radhiyallahu ‘anha mendatangi sebuah pertunjukan atraksi tombak dan tameng.
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad, Bukhari, dan Muslim, dikisahkan bahwa Sayyidah Aisyah bahkan sampai menjengukkan kepalanya di atas bahu Rasulullah Saw agar dapat menyaksikan permainan tersebut dengan puas.
Tradisi ini menunjukkan bahwa mengunjungi tempat keramaian atau hiburan yang diperbolehkan dalam Islam pada hari raya adalah hal yang dianjurkan, selama tetap dalam batas syariat.
7. Saling mengunjungi dan bersilaturahmi
Salah satu tradisi yang telah ada sejak zaman Rasulullah SAW adalah saling mengunjungi rumah sahabat pada Hari Raya Idul Fitri. Rasulullah SA sendiri selalu menyempatkan diri untuk mendatangi para sahabatnya, begitu pun sebaliknya.
Pada momen ini, Rasulullah SAW dan para sahabat saling mengucapkan doa kebaikan satu sama lain. Tradisi ini pun masih dilestarikan oleh umat Islam hingga saat ini, di mana mereka mengunjungi sanak saudara serta kerabat untuk saling memaafkan dan mendoakan.
Baca juga: Amalan yang dianjurkan untuk mengisi malam Nuzulul Quran
Baca juga: 5 amalan malam Nuzulul Quran yang dianjurkan dan keutamaannya
Pewarta: Sean Anggiatheda Sitorus
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2025