Jika hanya mengandalkan peran jalan tol, sekalipun ada jurus 'contra flow' dan 'one way traffict', maka pada titik tertentu trafik di jalan tol akan lumpuh juga (grid lock).

Jakarta (ANTARA) - Hiruk-pikuk mudik Lebaran baru saja usai. Jutaan manusia Indonesia bergerak untuk melakukan perjalanan mudik Lebaran.

Badan Kebijakan Transportasi (BKT) Kemenhub mengestimasi kisaran masyarakat yang melakukan perjalanan mudik Lebaran mencapai 146,48 juta orang atau berkisar 52 persen dari total populasi.

Jumlah pemudik turun signifikan dibanding pemudik pada 2024, yang mencapai 192 jutaan. Faktor makro ekonomi yang lesu darah akibat banyaknya PHK dan pemotongan anggaran di kementerian dan lembaga tampak menjadi pemicu utama turunnya jumlah pemudik.

Merujuk pada hasil survei BKT tersebut, pemudik paling dominan menggunakan mobil pribadi (23 persen), kemudian bus umum (16,9 persen), kereta api antarkota (16,1 persen), pesawat udara (13,5 persen), sepeda motor (7,7 persen); dan sisanya menggunakan mobil sewa (7,7 persen), mobil travel (7,1 persen), kapal pelni (2,2 persen), dan kapal ASDP sebanyak 2,1 persen. Ada juga yang akan melakukan perjalanan mudik Lebaran dengan sepeda onthel sebanyak 0,9 persen.

Pemudik berbasis kendaraan pribadi (23 persen) dan bahkan bus umum (16 persen), dipastikan lebih memilih mengaspal via jalan tol, sekalipun harus merogoh kocek yang lumayan dalam untuk bayar tarif tol.

Ada beberapa sebab pemudik lebih memilih jalan tol, yakni pemudik merasa lebih aman dan nyaman saat berselancar di jalan tol, apalagi jalan tol di Pulau Jawa sudah terintegrasi sepanjang 1.830 km. Sekalipun jalan tolnya macet lumayan parah, dan rest areanya ditutup, pemudik tidak mau diarahkan untuk migrasi ke jalan arteri (jalan pantura).

Kendati harus merogoh kocek untuk bayar tarif tol, dan tak terlepas dengan sandera kemacetan, bisa dimengerti jika jalan tol tetap menjadi pilihan pemudik. Sebab secara operasional jalan tol punya jaminan dan standar yang lebih konkret dalam pelayanan, yakni Standar Pelayanan Minimal (SPM), tertuang dalam Peraturan Menteri (Permen) PUPR No 16 Tahun 2014 tentang SPM Jalan Tol.

Baca juga: BTB Toll catat satu juta kendaraan melintasi Tol Bakter

Inilah yang membedakan dengan jalan arteri/jalan non tol, baik jalan nasional maupun jalan daerah yang tidak dikawal dengan SPM. Apalagi dana preservasi (perawatan) jalan arteri kini tergerus oleh adanya pemotongan anggaran yang sangat signifikan.

Wajar jika di sana sini banyak jalan berlubang, atau minimal aspalnya terkelupas, karena minim anggaran untuk perbaikan. Padahal preservasi jalan terkait erat dengan dimensi keselamatan (safety), khususnya untuk pengguna roda dua.

Selain dengan instrumen SPM, khusus untuk mengamankan mudik Lebaran, Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian Pekerjaan Umum telah pula menginstruksikan pada semua BUJT (operator jalan tol) agar bukan sekadar memenuhi SPM saja, tetapi juga meningkatkan kualitas jalan tol, khususnya untuk perkerasan jalan, sehingga tak ada jalan tol yang berlubang.

Walaupun begitu, saya masih menemukan beberapa titik lubang/retakan di jalan tol yang cukup mengganggu pengguna jalan tol. BUJT juga diinstruksikan untuk melakukan beautifikasi jalan tol, plus prasarana pendukung lainnya, seperti pengadaan generator listrik, mobile card reader, menambah petugas lapangan, dan lain-lain.

Kerja keras pemerintah (Kementerian PU, BPJT, dan Kemenhub), kepolisian, dan BUJT untuk mewujudkan keandalan jalan tol selama mudik Lebaran, patut diapresiasi.

Mudik Lebaran tanpa kemacetan, termasuk di jalan tol, rasanya memang tidak mungkin. Konfigurasi lonjakan trafik menjadi pemicunya.

Merujuk pada data yang dihimpun BPJT, jumlah kendaraan yang keluar Jabodetabek selama arus mudik antara rentang waktu 21 Maret-3 April 2025, mencapai 2.501.721 kendaraan, sementara kendaraan yang masuk Jabodetabek mencapai 1.877.007 kendaraan.

Jika dibandingkan dengan kondisi normal, volume kendaraan yang keluar Jabodetabek naik sebesar 34,1 persen, sedangkan kendaraan yang masuk Jabodetabek meningkat sebesar 1,6 persen. Dan dibandingkan dengan mudik Lebaran 2024, kendaraan yang keluar Jabodetabek naik tipis yakni 0,9 persen dan kendaraan masuk bertambah 1,1 persen.

Selain faktor trafik yang melonjak, kemacetan di jalan tol juga dipicu oleh adanya perilaku pengguna itu sendiri, misalnya pengguna kehabisan saldo tol. Kemacetan di pintu tol Pejagan-Brebes (ke arah Purwokerto) hingga 2,5 km, dipicu oleh saldo tol yang habis. Juga kemacetan di pintu tol Kalikangkung, Jawa Tengah.

Kemacetan juga dipicu oleh membludaknya rest area, bahkan banyak rest area yang ditutup karena over capacity. Namun buntutnya pengguna tol parkir di sepanjang bahu jalan di rest area. Tindakan yang dilematis, apapun alasannya parkir di bahu jalan adalah tindakan yang berbahaya. Namun jika pengguna tol melanjutkan perjalanan, juga tak kalah bahayanya, sebab rasa capek yang sangat dan atau untuk keperluan ke toilet.

Namun demikian, pada mudik 2025 kali ini, kemacetan di jalan tol terasa lebih longgar, tidak seperti tahun sebelumnya. Patut diduga, selain jumlah pemudik yang turun, hal ini juga dipicu oleh kebijakan work from any where (WFA) oleh pemerintah, baik saat arus mudik maupun arus balik.

Diskon tarif tol hingga 20 persen oleh BUJT pun menjadi pendorong jalan tol lebih lancar. Dan yang pasti, diskresi pihak kepolisian berupa contra flow dan one way traffict, berkontribusi signifikan untuk kelancaran lalu lintas di jalan tol.

Baca juga: ASDP: Hampir setengah juta orang keluar Bali saat mudik Idul Fitri

Walaupun demikian, penerapan contra flow dan one way traffict di jalan tol harus dilakukan secara seksama dan hati-hati untuk menghindari fatalitas massal di jalan tol, seperti tragedi yang menimpa pada seluruh penumpang grandmax, beberapa tahun lalu.

Selain soal trafik yang (cenderung) lebih lancar, kabar positif lain adalah menurunnya tingkat kecelakaan lalu lintas (lakalantas) selama mudik Lebaran. Merujuk pada pernyataan Kepala Korlantas Mabes Polri Agus Suryo Nugroho tingkat lakalantas selama prosesi mudik Lebaran turun hingga lebih dari 25 persen.

Bahkan Presiden Prabowo mengklaim lakalantas selama mudik Lebaran turun hingga 30 persen. Tetapi ini lakalantas secara keseluruhan, bukan hanya di jalan tol.

Baca juga: Menhub: Kecelakaan pada masa Lebaran 2025 turun 34,31 persen

Namun demikian, terdapat beberapa kejadian khusus di jalan tol yang cukup ironis, bahkan tragis. Pertama, pengguna jalan tol di ruas KLMB (Krian Legundi Manyar Bunder) Surabaya, yang terjun bebas, meluncur hingga 14 meter ke jalan arteri. Beruntung korban yang sudah berusia 62 tahun itu selamat (luka ringan). Korban menerabas pagar pembatas jalan tol dan terjebak pada petunjuk Google map. Pagar pembatas di ujung jalan tol yang belum optimal, juga menjadi pemicunya.

Kedua, pengguna tol di ruas Batang Pekalongan yang melawan arus, dan akhirnya dilalap oleh sebuah bus dari arah sebaliknya. Korban meninggal dunia (2 orang) pun tak bisa dihindari. Usut punya usut, pengguna tol tersebut berbalik arah karena menghindari adanya razia oleh bea cukai, dan terbukti ditemukan ratusan karton rokok ilegal di mobil BRV tersebut.

Fenomena mudik ke kampung halaman bukan hanya tipikal masyarakat Indonesia, tetapi juga terjadi di belahan dunia lain, seperti di Eropa, di Amerika Serikat dengan thanks giving day-nya, dan juga China dengan Imlek-nya.

Solusi idealnya diperlukan sarana prasarana transportasi yang andal, dan dalam hal ini jalan tol punya peran signifikan.

Namun ke depan, kebijakan contra flow dan one way traffict tidak bisa menjadi andalan utama. Harus ada solusi lain yang lebih holistik dan integratif, misalnya mendistribusikan pengguna tol agar bermigrasi ke jalan pantai utara Jawa (pantura), atau bahkan pantai selatan (pansela) Jawa.

Harus ada upaya yang radikal untuk hal ini. Sebab jika hanya mengandalkan peran jalan tol, sekalipun ada jurus contra flow dan one way traffict, maka pada titik tertentu trafik di jalan tol akan lumpuh juga (grid lock), seiring dengan pertumbuhan kepemilikan kendaraan pribadi yang sangat masif.

Solusi ideal dan terbaik adalah memperkuat jaringan angkutan umum (massal), baik di pusat (Jakarta) dan juga daerah. Semoga pelayanan, pengelolaan dan prosesi mudik Lebaran 2026 akan lebih manusiawi lagi.

Baca juga: GP Ansor: Kelancaran arus mudik berkat sinergi Polri dan pemerintah

*) Tulus Abadi, Pengamat Perlindungan Konsumen dan Kebijakan Publik, Anggota BPJT-Unsur Masyarakat, Kementerian Pekerjaan Umum.

Copyright © ANTARA 2025