Di area Masjid Pathok Negoro Sulthoni Plosokuning yang dibangun Sri Sultan Hamengku Buwono III ini para "bajingan" nampak bersemangat menunggu dimulainya kirab Gerobak Sapi dalam acara 1.000 Santri Songsong Ramadhan.
Para "bajingan" dan gerobak sapi tersebut bukan hanya berasal dari sekitar Masjid Pathok Negoro Plosokuning saja tapi dari seluruh DIY.
"Ramadhan tahun ini tema kirabnya 1.000 Santri Songsong Ramadan," kata Takmir Masjid Pathok Negoro Plosokuning Kamaludin Purnomo.
Menurut Kamal, kegiatan itu bertujuan agar bisa membangkitkan semangat para jamaah. Terutama anak-anak agar mereka bisa merasakan nuansa Ramadhan.
"Oleh karenanya ini kebanyakan yang ikut adalah anak-anak yang nyantri di sekitar Pathok Negoro," katanya.
Ia mengatakan, kegiatan untuk menyambut datangnya bulan Ramadhan ini setiap tahun rutin dilaksanakan. Biasanya diisi dengan kesenian-kesenian yang bernuansa Islami.
"Tahun ini keseniannya semakin banyak agar lebih semarak," katanya.
Selain kirab gerobak, ada juga kesenian badui, tari sufi, kubro dan lain sebagainya. Menurut Kamal, hal ini juga menjadi salah satu bentuk dalam melestarikan kebudayaan.
Kirab gerobak sapi ini menurut Kamal juga untuk kembali mempererat hubungan masyarakat, setelah sebelumnya masyarakat sempat beda pilihan karena Pemilihan umum.
"Selesai ini, ada masyarakat yang berbeda pilihan, dan saat ini disatukan kembali dalam bulan Ramadan yang penuh barokah," katanya.
Setelah para santri naik ke gerobak sapi, iring-iringan gerobak berjalan perlahan keliling daerah setempat.
Wajah gembira dan senyum juga tidak lepas dari para santri yang turut dalam kirab. Dengan penuh semangat pula mereka melambaikan tangan kepada masyarakat yang banyak memadati di pinggir jalan yang dilalui dalam kirab.
"Dengan adanya kegiatan ini harapannya ya semangat memasuki bulan Ramadan dan siaran agama semakin semangat," lanjut Kamal.
Salah seorang santri yang turut naik dalam gerobak sapi, Faqih Al Akmal Muzari mengaku senang bisa naik gerobak sapi.
"Saya belum pernah sekalipun merasakan naik gerobak. Baru kali ini dan senang bisa keliling naik gerobak sapi," kata santri Pondok Pesantren Al Mudzakir Plosokuning.
Siswa kelas 2 sekolah dasar itu mengatakan jika sebelumnya sering mengikuti pawai.
Selain itu, dia juga telah menanamkan niat untuk melaksanakan puasa sebulan penuh.
"Iya nanti harus ikut puasa, semoga bisa penuh" kata bocah berusia 9 tahun itu.
Ratusan masyarakat padati mata air "Blue Lagoon"
Selain kirab gerobak sapi, masyarakat menyambut datangnya bulan Ramadhan dengan melakukan "Padusan" atau mandi besar.
"Padusan" dalam masyarakat Jawa dimaknai dengan mempersiapkan diri dengan penyucian melalui tradisi padusan.
Istilah padusan berasal dari kata "adus" yang berarti mandi.
Padusan pada dasarnya merupakan ritual mandi besar yang dilakukan untuk menghilangkan hadats besar maupun kecil. Ritual ini banyak dilakukan oleh masyarakat Jawa. Biasanya mereka melakukannya beramai-ramai di umbul atau kolam pemandian.
Seperti yang nampak di Blue Lagoon, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Sleman. Ratusan pengunjung sejak pagi sudah memadati tiga kolam pemandian yang terletak di Dusun Dalem, Widodomartani, Ngemplak tersebut.
"Sengaja ke sini untuk padusan dan main air," kata salah seorang pengunjung Ali Guntoro (30) warga Tempel.
Biasanya, Ali bersama keluarganya padusan di Pantai Parangtritis, Kabupaten Bantul. Namun, kali ini dia memutuskan untuk mencoba suasana baru.
"Selain ritual "padusan" sekalian berwisata. Di sini tempatnya bagus dan airnya segar karena langsung dari mata air. Hanya butuh beberapa pembenahan," katanya.
Desa Wisata "Blue Lagoon" yang berada di pedesaan membuat nuansa damai dan sejuk sangat terasa. Apalagi di sekitar kolam banyak pohon yang membuat suasana semakin sejuk dan teduh. Oleh karenanya, banyak wisatawan dari berbagai daerah rela datang.
Salah seorang pengelola Desa Wisata "Blue Lagoon" Haryanto mengatakan biasanya saat tradisi padusan ini pengunjung bisa melonjak hingga 10 kali lipat. Pada hari biasa hanya sekitar 100-an pengunjung.
"Kalau padusan ini bisa sampai 1.000 pengunjung dari pagi hingga maghrib," katanya.
Ia mengatakan, dalam beberapa tahun terakhir saat tradisi padusan Desa Wisata "Blue Lagoon" bisa panen. Sehingga pengelola menambah wahana agar bisa semakin menggaet wisatawan.
"Kami akan menambah lagi untuk wahana terapi ikan, juga perbaikan yang lainnya," katanya.
Selain itu, pengelola juga menambah penjaga untuk memastikan semua pengunjung berwisata dengan aman.
"Yang terpenting harus melihat cuaca, kalau saat turun hujan kami tutup karena pasti banjir," katanya.
Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2019