Palembang (ANTARA) - Kerusakan Jalan Lintas Timur, tepatnya di perbatasan dua provinsi Sumatera Selatan dan Jambi, di Kecamatan Bayung Lincir, Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan telah terjadi sejak akhir tahun lalu yang hingga kini masih berlangsung.

Kerusakan pun semakin parah, bahkan menjadi sesuatu yang biasa mendapati truk terguling di jalan hingga menyebabkan kemacetan belasan kilometer pada saat puncak musim hujan lalu.

Saat musim penghujan, kecelakaan lalu lintas bahkan tidak terjadi di satu titik saja, tapi di beberapa titik sepanjang jalan rusak sekitar 30 kilometer di Kecamatan Banyung Lincir tersebut. Kerap dijumpai tiga hingga empat truk terguling di badan jalan.

Kondisi ini tak lain karena kerusakan demikian parah, lubang-lubang megangah berada di tengah jalan.

Bukannya tanpa usaha, jika dilihat langsung ke lokasi terlihat ada batu-batuan besar hingga kecil yang dimasukkan warga ke dalam lubang, namun derasnya curah hujan tak ayal membuat upaya tersebut sia-sia belaka.

Besarnya lubang yang ada di tengah jalan terkadang membuat kendaraan truk pengangkut logistik oleng tak kuasa menahan gelombang. Truk-truk ini juga ‘bandel’ karena memuat barang melewati dimensi dan tonase. Belum lagi, jika hujan deras mendera membuat jalan bertambah licin.

Seperti pantauan yang sempat dilakukan Antara, pada 24 Februari lalu, yakni terjadi kemacetan hingga lebih dari tujuh kilometer di Kecamatan Sungai Lilin karena ada truk yang terguling, sehingga waktu tempuh seharusnya lima jam dari Palembang ke Kecamatan Bayung Lincir menjadi lebih kurang delapan jam.

Kepala Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional V Palembang Kgs Syaiful Anwar membenarkan kondisi kerusakan parah di kawasan tersebut. Sejauh ini, BBPJN sudah berkoordinasi dengan pemerintah kabupaten untuk perbaikan jalan tersebut mengingat lokasi kerusakannya berada di pusat keramaian, seperti di sekitar Pasar Sungai Lilin.

“Aspal itu musuhnya air. Sementara di Pasar Sungai Lilin ini sangat sulit meminta pedagang untuk bergeser guna membuat saluran air. Kami sudah koordinasi dengan Pemkab, agar kami bisa bekerja,” kata dia.

BBPJN meminta bantuan dari Satpol PP untuk mengarahkan warga, agar pekerja perbaikan jalan dapat bekerja maksimal. “Ini untuk bekerja saja kami sulit,” kata dia.

Kerusakan jalan telah lama dikeluhkan masyarakat Sumatera Selatan terutama di jalur Palembang-Jambi. Menurut data BBPJN tahun 2018, kemantapan jalan sebenarnya mencapai 85 persen, namun lantaran adanya kegagalan kontrak membuat perbaikan hanya bersifat fungsional atau tidak bisa secara struktural.

Perbaikan jalan sulit dilakukan karena lokasi yang demikian ramai, sehingga pekerjaan terkadang dilakukan pada tengah malam.


Lelang gagal

Seperti diketahui, lima paket pengerjaan jalan Lintas Timur Sumatera dinyatakan gagal dalam proses lelang oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Jalan Lintas Timur Sumatera melintasi, Pematang Panggang (Lampung)-Kayuagung-Inderalaya-Palembang-Betung-Sungai Lilin-Peninggalan-Bayung Lincir-Perbatasan Jambi.

Karena itu, pemerintah terpaksa melelang ulang proyek tersebut yang bernilai total Rp1,04 trilun. Pembukaan tender yang baru akan dilakukan kembali pada 28 Mei 2019, dan pengumuman akan dilakukan pada akhir Juli 2019.

Kegagalan lelang ini tentunya sangat berpengaruh pada infrastruktur jalan di Lintas Timur Sumatera.

Padahal alokasi dana Rp1,04 triliun itu diperuntukkan untuk perbaikan jalan Palembang-Jambi sejauh 56 kilometer, kemudian perbatasan Jambi, Jalan Lintas Timur hingga Lampung sejauh 350 kilometer.
Kepala Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional V Palembang Kgs Syaiful Anwar. (ANTARA News Sumsel/Dolly Rosana)

Syaiful mengatakan paket pekerjaan itu fokus pada peningkatan fungsional jalan yang meliputi konstruksi, rehab, dan rekondisi hingga dua meter dari bahu jalan. Sedangkan untuk pelebaran jalan, pemerintah belum memprogramkan.

Namun, perbaikan jalan ini tidak bisa menunggu sehingga negara mengambil kebijakan berupa penggunaan dana transisi (darurat) bersumber dari APBN sebesar Rp50 miliar.

Dengan begitu, diharapkan Jalan Lintas Timur sebagai urat nadi lalu lintas pemudik di Sumatera bagian timur dapat dilalui pemudik pada H-10 sebelum Lebaran 2019.

Namun, perbaikan yang dilakukan sebatas mengejar target fungsional yakni aman untuk dilalui tapi diakui masih kurang nyaman karena perbaikan secara struktural belum bisa dilakukan hingga diputuskan pemenang kontrak pada akhir Juli 2019.

Sementara ini, perbaikan yang dilakukan yakni menambal lubang sebanyak 2.500 titik, yang saat ini masih tersisa 600 titik. Kemudian, membuat saluran air, dan melakukan tebas bayang.

“Tapi pemudik jangan khawatir karena kami standbye-kan alat berat kami di lokasi, selain itu ada juga lima posko mudik di Jalan Lintas Timur,” kata Syaiful saat memberikan paparan kesiapan jalan untuk pemudik Lebaran.

Beberapa titik lain yang kini menjadi perhatian BBPJN V yakni dari perbaikan di jalur Peninggalan-perbatasan Jambi. Awalnya di lokasi tersebut terdapat 39 lubang tapi kini tersisa 15 lubang.

Kerusakan jalan telah lama dikeluhkan masyarakat Sumatera Selatan terutama di jalur Palembang-Jambi. Menurut data BBPJN tahun 2018, kemantapan jalan sebenarnya mencapai 85 persen, namun lantaran adanya kegagalan kontrak membuat perbaikan hanya bersifat fungsional atau tidak bisa secara struktural.

Kerusakan jalan ini semakin parah karena dipengaruhi cuaca hujan sejak akhir tahun 2018 hingga April 2019, dan ketidakpatuhan pengguna jalan yang membawa barang logisitik diluar batas tonase yang diizinkan.

Pada 11 Mei 2019, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono memantau kesiapan Tol Kayuagung-Palembang-Betung. Ia mengatakan, Jalan Lintas Timur di Sumatera tepatnya Palembang-Jambi menjadi target utama untuk diperbaiki.

Ia menjamin, meski sudah ada jalan tol, tapi jalan selain tol tetap menjadi prioritas pemerintah untuk memastikan kelancaran arus mudik Lebaran.

“Jalan Palembang batas Jambi, di Musi Banyuasin minggu lalu ini sudah mulai dikerjakan,” kata Basuki.

Sebelumnya, Bupati Musi Banyuasin Dodi Reza melayangkan surat bernomor 550/862/Dishub/2019 bermaksud tak lain meminta solusi atas persoalan tersebut mengingat jalan ini merupakan jalan nasional yang menjadi tanggung jawab pemerintah pusat.

“Jika boleh menggunakan APBD kami akan gunakan untuk memperbaiki jalan ini, tapi kan tidak bisa. Kami menyalahi aturan negara. Untuk itu, kami minta solusinya bagaimana karena masyarakat sudah luar biasa mengeluhnya,” kata Dodi.


Lembaga khusus

Jumlah ruas jalan rusak di Sumatera Selatan (Sumsel) terus bertambah dengan tingkat kerusakan yang semakin parah. Dinas PU Bina Marga dan Tata Ruang Provinsi Sumsel mengungkapkan, pada awal tahun 2019, sepanjang 1.513 km jalan provinsi sebanyak 74,0 persen dalam kondisi mantap.

Namun, hasil pantauan langsung di lapangan dalam sebulan terakhir menunjukkan ruas jalan yang rusak semakin banyak. Hasil kalkulasi Dinas PU mencatat jalan provinsi dalam kondisi mantap hanya tersisa 64 persen, yang berarti sebanyak 36,0 persennya atau sekitar 544 km dalam kondisi rusak pada Februari 2019.

Pengamat ekonomi dari Universitas Sriwijaya Prof Didik Susetyo menilai Provinsi Sumatera Selatan sepatutnya memiliki lembaga khusus yang mengurus perbaikan jalan rusak karena persoalan ini tak kunjung selesai sejak puluhan tahun.

Didik di Palembang mengatakan, lembaga ini dapat berada di bawah pemerintahan provinsi atau langsung berada di Kementerian Pekerjaan Umum untuk mensinergikan berbagai komponen agar infrastruktur jalan tetap mulus sepanjang tahun.

“Nanti lembaga ini yang menjadi koordinator untuk membereskan persoalan jalan rusak, bisa disyahkan melalui Peraturan Gubernur atau lainnya,” kata Guru Besar Fakultas Ekonomi Unsri ini.

Menurut Didik, persoalan kerusakan jalan sebenarnya bukan persoalan baru di Sumatera Selatan, terutama di saat musim penghujan. Apalagi, sudah menjadi rahasia umum jika speksifikasi jalan yang dibuat kerap tidak sesuai dengan standar.

Belum lagi, kontur tanah di Sumsel yang berawa sehingga membuat biaya pembuatan jalan relatif lebih tinggi dibandingkan daerah lain.

Namun, persoalan ini sejatinya dapat diatasi asalkan semua pihak dapat duduk bersama atau tidak meributkan perihal pengelompokan jalan, yakni jalan kabupaten, jalan provinsi dan jalan nasional.

Semua pihak harus sepakat bahwa infrastruktur jalan ini harus disediakan untuk menjaga aktivitas ekonomi masyarakat untuk lintas orang dan lintas barang. Apalagi saat ini harga komoditas sedang anjlok sehingga membuat masyarakat semakin tertekan.

Bagaimana caranya agar pertumbuhan ekonomi tetap terjaga, maka harus ada investasi di sektor infrastruktur dan sektor rill yang khusus memproduksi barang dan jasa.

Sumsel memiliki pertumbuhan ekonomi di sektor pertambangan, pengalian, perkebunan/pertanian dan perdagangan besar. Namun, persoalan infrastruktur jalan ditengarai juga menjadi penyebab panjangnya mata rantai perdagangan karet dan beras di provinsi tersebut. Bahkan mata rantai beras yang berpusat di OKU Timur menjadi yang terpanjang di Indonesia hingga harga beras dari produsen ke konsumen bisa sampai 28,58 persen.

“Masyarakat itu tidak tahu, tahunya jalannya mulus. Tapi di sisi lain, pemerintah juga terbentur aturan, misal pemerintah kabupaten memperbaiki jalan nasional maka menyalahi aturan pendanaan,” kata dia.

Pendanaan sebenarnya dapat dilakukan secara swadaya, dari BUMN, swasta, dan pinjaman perbankan, serta bantuan lain.

Infrastruktur jalan ini dipercaya sebagai salah satu komponen penting untuk menjaga pertumbuhan ekonomi Sumsel, karena sebelumnya saat Asian Games pada 2018 bisa mencetak di atas 6,04 persen (atau di atas angka rata-rata nasional).

“Saya rasa ini menjadi tantangan gubernur sekarang, yakni harus mampu mendatangkan dana untuk membangun itu karena dana sangat terbatas,” kata dia.

Pewarta: Dolly Rosana
Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2019