Pegiat Komunitas Tembikar, Peni Dinar di Temanggung, Senin mengatakan, pihaknya memberikan pelatihan kepada para penyandang disabilitas rungu membuat kerajinan berupa bros dari kain perca.
Ia mengatakan kegiatan sosial ini dilakukan untuk memberikan keterampilan secara gratis kepada anak-anak berkebutuhan khusus di Abata agar memiliki keterampilan yang bisa menunjang kehidupan di masa depannya.
"Dalam mengisi Ramadhan Tembikar bekerjasama dengan Pondok Pesantren khusus putri Tunarungu Abata memberikan pengetahuan sekaligus praktik keterampilan membuat bros. Ini sebagai awal sekaligus membumikan Tembikar di masyarakat," katanya.
Ia mengatakan ada 16 anak tunarungu yang ikut membuat bros, ternyata mereka tidak ada kendala bahkan sangat antusias, satu bros bisa diselesaikan dalam waktu kurang lebih 30 menit. Hanya sesekali saja mereka bertanya kalau menemui kesulitan.
Pegiat Komunitas Tembikar yang lain Intan Herwindra menuturkan pembuatan bros tidak memerlukan biaya banyak karena bahan bakunya memanfaatkan kain perca atau limbah dari penjahit yang sudah tidak digunakan.
Ia menyampaikan secara tidak langsung hal ini mengurangi sampah dengan memanfaatkannya menjadi sesuatu yang berguna.
"Kendati memiliki kekurangan tetapi anak-anak tunarungu ini jika memiliki keterampilan tentu akan lebih baik. Harapan kami dengan Tembikar menularkan ilmu kelak mereka akan hidup lebih baik, syukur bisa mandiri karena sudah memiliki keterampilan," katanya.
Penyandang tunarungu Pesantren Abata Aqila (9) mengaku senang mendapat keterampilan membuat bros. Anak perempuan berasal dari Bogor Jawa Barat ini merasa tidak menemui kesulitan saat membuat bros, hanya saja perlu kejelian.
"Senang diajari membuat bros, ini langsung saya pakai brosnya cantik. Sekarang saya sudah bisa membuat sendiri setelah diajari," katanya sedikit terbata-bata.
Kepala Pesantren Abata Temanggung Nur Sauminah menuturkan sebanyak 24 anak di Abata usia 6 hingga 14 tahun sangat membutuhkan keterampilan.
Hal itu untuk mendukung pendidikan di Abata yang berbasis kurikulum pesantren yang harus hafal Alquran 30 juz, bisa baca tulis Alquran, doa sehari-hari, termasuk melatih untuk berpuasa.
"Alhamdulillah kami berterimakasih, anak-anak sangat butuh keterampilan, ini yang kami butuhkan karena di Indonesia itu belum begitu 'care' dengan anak-anak disabilitas khususnya tunarungu, harapan kami mereka bisa mandiri," katanya.
Pewarta: Heru Suyitno
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2019