Menurut warga bernama Awang, kenduri malam tujuh likur ini merupakan tradisi tahunan yang dilakukan oleh masyarakat sekitar saat memasuki 10 hari terakhir Ramadan atau mulai malam ke-21.
Selama 10 malam terakhir itu, kata dia, warga di kampungnya secara bergantian melaksanakan kenduri dari satu rumah ke rumah yang lainnya.
Hajatan pada umumnya dilaksanakan selepas salat Magrib. Namun, ada pula yang melakukannya usai salat Tarawih.
"Biasanya malam ke-27 itu puncaknya karena warga yang akan menggelar kenduri lebih banyak. Malam ini ada sekitar 10 rumah," kata Ibrahim, warga lainnya.
Awang menambahkan bahwa kenduri malam tujuh likur merupakan bentuk rasa gembira masyarakat karena sebentar lagi akan memasuki Idulfitri 1440 Hijriah. Di samping itu, juga sebagai wujud syukur atas rezeki yang diperoleh, serta menjalin silaturahmi antarwarga di desa tersebut.
"Dalam kenduri itu juga dibacakan pula doa yang terbaik untuk arwah keluarga dan sanak saudara dari yang punya hajat," katanya.
Pada praktiknya, lanjut dia, kenduri tujuh likur dilengkapi bacaan-bacaan ayat suci Alquran dan doa.
Doa kenduri dipimpin langsung oleh pemimpin doa atau warga setempat menyebutnya "Pak Mudim".
Usai doa, pihak yang menggelar kenduri akan menjamu tamu yang hadir dengan jamuan hidangan berupa nasi dan lauk-pauk, kuih-muih, serta aneka minuman tawar maupun manis.
Makanan dihidang dalam sebuah wadah (nampan). Satu hidangan dapat disantap empat hingga lima orang dengan membentuk lingkaran.
Pewarta: Ogen
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2019