Restu kepada Antara di Jakarta, Kamis mengatakan Lebaran ini adalah pertama kalinya Ia kembali ke kabin pesawat untuk melayani penumpang dalam penerbangan setelah dua tahun sebelumnya cuti hamil dan melahirkan.
“Dua tahun kemarin 2017 dan 2018, saya cuti hamil dan baru punya baby jadi masih bisa Lebaran bareng keluarga, tahun ini baru pertama terbang lagi,” katanya.
Jadwal penerbangan yang padat di musim ramai (peak season) ini tidak bisa terhindari, hingga imbasnya Restu tidak mendapatkan libur hingga 7 Juni mendatang.
Untuk itu, suami berinisiatif memboyong anaknya ke rumah orang tuanya di Makassar dan Restu baru bisa bertemu pada H+3 Lebaran esok hari.
Rasa sedih pun menyelimutinya yang harus menghabiskan waktu Lebaran tanpa kehadiran keluarga.
“Sedih karena anak saya di luar kota, sementara saya masih di sini, suami saya dinas di Makassar jadi dibawa ke sana,” katanya.
Namun, Ia menyadari bahwa berpisah dengan keluarga di hari raya adalah risiko pekerjaannya.
“Namanya konsekuensi dari pekerjaan kita ikut antar orang mudik, sementara saya sendiri enggak mudik siapa tahu memang di situ pahalanya. Selama pekerjaannya masih di bidang jasa, apalagi ini transportasi udara memang sudah risiko,” kata wanita yang sudah berkarier menjadi pramugari sejak 2010 itu.
Tetapi, Restu mengaku bangga menjadi bagian dari pihak yang berkontribusi agar mudik Lebaran berjalan dengan lancar, sehingga penumpang bisa bertemu dengan keluarga di kampung halaman, meskipun Ia harus menunda bertemu dengan buah hatinya.
“Rasa rindu dengan keluarga itu terbayar ketika kita melihat mereka berpelukan di bandara dengan tawa dan tangis. Saya mencoba memposisikan menjadi mereka, mungkin mereka sudah saving money berbulan-bulan biar bisa ketemu dengan keluarga,” katanya.
Ditambah, menurut dia, ketika arus mudik suasananya sangat berbeda. Meskipun lebih banyak penumpang dan barang, mereka terlihat lebih ceria.
“Euforianya berbeda, banyak bayi dan anak-anak, lebih ada seninya,” katanya.
Ia pun bersyukur bertugas di penerbangan domestik, sehingga masih bisa merasakan suasana Lebaran yang kental, seperti mendengar takbir dan masih bisa bersilaturahmi meskipun dengan telepon.
“Dulu keluarga juga awal-awal kaget aku enggak libur, tapi sekarang sudah biasa, yang tadinya kalau telepon ‘pulang apa enggak’ jadi ‘kamu Lebaran di mana’,” ujarnya.
Restu pun mengaku sudah terbiasa apabila ada perubahan jadwal secara mendadak karena kebutuhan penerbangan juga meningkat di masa angkutan Lebaran ini di mana Garuda Indonesia harus mengatur sekitar 5.000 pramugari.
Ia berpesan bagi seluruh personel yang bertugas ketika Lebaran untuk bekerja dengan ikhlas apapun profesinya.
“Buat semua yang tidak mengenal tanggal merah, kita kerja ikhlas saja karena tuntutan profesi, mungkin memang pahalanya di sini dan rejeki kita juga dari sini, tetap semangat semuanya,” katanya.
Baca juga: Lebaran perdana Bripda Alma jauh dari orang tua
Baca juga: Bertugas saat Lebaran, petugas Bandara Halim ingin beri yang terbaik
Pewarta: Juwita Trisna Rahayu
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019