Pada hari biasa rata-rata hanya 20 sampai 30 bungkus, untuk hari libur akhir pekan rata-rata 50 sampai 60 bungkus. Saat libur lebaran bisa mencapai 150 bungkus
Gunung Kidul (ANTARA) - Omzet penjualan makanan khas tiwul dan gatot di Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada libur Lebaran 2019, mengalami kenaikan hingga tiga kalilipat dibandingkan hari-hari biasa.

"Pada hari biasa rata-rata hanya 20 sampai 30 bungkus, untuk hari libur akhir pekan rata-rata 50 sampai 60 bungkus. Saat libur lebaran bisa mencapai 150 bungkus," kata pemilik toko oleh-oleh, Agus Lambang Kristianto di Gunung Kidul, Sabtu.

Tiwul manis yang awalnya hanya memiliki rasa gula jawa dibuatnya memiliki berbagai rasa yang berbeda. Mulai dari rasa keju, nangka, pandan dan bahkan tiwul rasa cokelat. Selain itu, pemudik juga membeli tiwul instan yang bisa dibuat di rumah saat kembali ke kota.

"Selain wisatawan, pemudik juga ingin bernostalgia dengan makanan tradisional seperti tiwul dan gatot," ungkapnya.

Menurutnya, setiap libur nasional, seperti lebaran dan natal, makanam khas tiwul dan gatot pasti laris. Hal ini karena mereka ingin mengingat tentang masa kecil di kampung halaman.

"Tiwul dan gatot menjadi salah satu incaran pemudik untuk bernostalgia dengan makanan tradisional," ujarnya.

Pemilik Tiwul Yu Tum Slamet Riyadi mengatakan dalam waktu dua hari peningkatan penjualan tiwul mencapai 75 persen dibandingkan hari-hari biasa. Ia menyebutkan pemudik paling banyak membeli gatot dan tiwul.

“Tahun lalu kami dapat sekitar Rp20 juta tapi perlu waktu tiga atau empat hari,” ucapnya.

Kendati demikian, ia menyatakan pihaknya kekurangan stok untuk gatot dan thiwul yang instan lantaran kekurangan bahan baku. Menurutnya hasil panen singkong di Kabupaten Gunungkidul sendiri tidak banyak.

"Daerah lain saja biasanya ambil, kami tidak ambil singkong dari luar daerah untuk membuat gatot dan tiwul,” katanya,

Salah seorang warga Semarang, Jawa Tengah, Endah Purnawati mengaku sudah sejak puluhan tahun meninggalkan kampung halamannya dan tinggal di Jalan Indraprasta, Semarang. Setiap tahun dirinya menyempatkan diri mudik, selain bersilaturahmi dengan keluarga di Gunung Kidul. Dirinya ingin mengulang memorinya saat masa kecil dengan makanan tradisional yang dulu hampir setiap hari dikonsumsi.

"Tiwul waktu kecil saya biasa makan. Tetapi sejak tidak tinggal di sini menjadi jarang, karena sulit untuk ditemui di sana," kata Endah seusai membeli tiwul di toko oleh-oleh Pak Lambang, Jalan Baron, Wonosari.

Pewarta: Sutarmi
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2019