Begitu pula dengan Iswari (17) warga Krandegan, Banjarnegara, Jawa Tengah. Sejak awal bulan Ramadhan, setiap sore menjelang waktu berbuka, remaja ini akan memacu sepeda motornya untuk membeli minuman Dawet Ayu.
Menurutnya, minuman yang terbuat dari bahan alami seperti tepung beras, tepung tapioka, santan kelapa dan gula aren ini memiliki rasa yang pas dan cocok dijadikan menu berbuka puasa.
Aroma daun pandan atau daun suji yang pekat lalu berpadu dengan gurihnya santan dan manisnya gula aren memunculkan sensasi kesegaran setelah beberapa belas jam menahan haus dan lapar.
Baca juga: Sambut Ramadhan, Wingstop hadirkan menu manis pedas
Baca juga: Menikmati hidangan langka warisan Nusantara untuk Ramadhan
Bisa dibayangkan ketika adzan maghrib berkumandang, lalu bibir yang kering meneguk gelas berisikan Dawet Ayu secara perlahan, lalu ditutup dengan tempe mendoan panas. Tentu akan menjadi pengalaman berbuka puasa yang tidak terlupakan.
Belum lagi jika dicampur dengan irisan buah nangka atau durian sebagai variasi rasa. Dingin, manis, gurih, harum dan lembut. Sungguh amat menggoda dan memanjakan lidah.
Minuman tradisional khas dari Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah ini memang cukup populer dengan rasa yang nikmat dan kaya akan kearifan lokal.
Bagi sebagian orang yang sudah lama tidak mengonsumsinya, minuman ini juga bisa membangkitkan memori-memori masa kecil bersama keluarga.
Setiap tegukannya seakan dapat membawa seseorang memutar kembali kenangan masa lalu, seperti keluarga, rasanya manis dan menenangkan.
Minuman khas
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Banjarnegara Agung Yusianto mengatakan Dawet Ayu merupakan salah satu kuliner tradisional kebanggaan warga setempat.
Terlebih lagi produk asli Kabupaten Banjarnegara ini pernah ditetapkan sebagai minuman tradisional terpopuler dan terfavorit dalam Anugerah Pesona Indonesia (API) tahun 2020
Cita rasa Dawet Ayu yang selama ini sudah dikenal luas, menjadi makin populer lagi. Tentunya ini menjadi kebanggaan tersendiri bagi seluruh warga Banjarnegara.
Atas dasar hal tersebut, Pemerintah Kabupaten Banjarnegara pada saat ini terus memperkuat sosialisasi dan promosi minuman tradisional ini agar makin dikenal oleh masyarakat luas.
Pemkab Banjarnegara berharap Dawet Ayu akan makin dicintai dan diakui cita rasanya oleh masyarakat secara luas, bahkan terselip harapan nantinya minuman ini bukan hanya terkenal pada tingkat nasional saja, melainkan secara global. Mendunia.
Untuk mewujudkan itu, Pemkab Banjarnegara berupaya terus meningkatkan "branding" Dawet Ayu dengan memberikan fasilitas tenda kepada penjual Dawet Ayu yang berjualan di pinggir jalan.
Biasanya, pedagang Dawet Ayu berjualan dengan menggunakan pikulan atau kadang disebut juga dengan angkringan dengan tampilan khas.
Selain itu, pihaknya juga akan membuat "kampung Dawet Ayu" dengan standar pelayanan dan cita rasa yang premium.
Seiring dengan hal tersebut, pembinaan secara rutin juga akan dilakukan secara berkala kepada para penjual atau paguyuban Dawet Ayu terkait proses pembuatan dengan memperhatikan standar kesehatan dan kualitas cita rasa.
Nantinya, Pemkab Banjarnegara juga akan mengupayakan agar Dawet Ayu Banjarnegara bisa mendapatkan hak paten.
Berbagai upaya tersebut dilakukan agar nama Dawet Ayu makin berkibar dan bersinar. Membawa nama Banjarnegara ke kancah yang lebih luas lagi. Mengantarkan rasa bangga para warga.
Baca juga: Jejak Islam di Spanyol dalam menu spesial Ramadhan
Kuliner ikonik
Pengamat pariwisata dari Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Chusmeru mengatakan Dawet Ayu yang meraih Anugerah Pesona Indonesia (API) tahun 2020 sebagai minuman tradisional terpopuler telah sah menjadi kuliner ikonik khas Kabupaten Banjarnegara.
Untuk menindaklanjuti hal tersebut, Pemkab Banjarnegara perlu mengemas Dawet Ayu menjadi bagian dari promosi wisata daerahnya.
Dengan demikian perlu lebih diupayakan faktor penampilan, penyajian, cita rasa, kebersihan dan kesehatannya, selain itu pembinaan dan pemberdayaan terhadap pengusaha kecil Dawet Ayu memang perlu terus dilakukan.
Contohnya adalah dengan membuat kreasi agar gerai-gerai Dawet Ayu tampil semakin menarik lagi guna meningkatkan minat wisatawan untuk berkunjung.
Bahkan jika diperlukan, bisa juga disediakan lokasi untuk berfoto dengan latar yang menarik untuk diunggah ke media sosial di setiap gerai Dawet Ayu. Langkah ini untuk menggaet minat wisatawan dari kalangan milenial.
Pengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unsoed itu juga mendorong dibuatnya promosi baru pariwisata Banjarnegara yang menyertakan Dawet Ayu.
Misalnya, dengan narasi yang berisikan "berkunjung ke Banjarnegara belum lengkap tanpa mencicipi Dawet Ayu".
Menurut dia, kuliner atau makanan khas dari suatu daerah adalah merupakan bagian dari produk budaya suatu masyarakat.
Oleh sebab itulah makanan khas daerah biasanya memiliki makna dan pesan tersendiri dalam komunikasi tradisional.
Makanan khas daerah akan menjadi simbol dalam interaksi sosial di masyarakat. Termasuk juga Dawet Ayu yang menjadi simbol tersendiri bagi masyarakat di wilayah setempat.
Jika kuliner atau makanan khas daerah hendak dijadikan bagian dari paket wisata, maka diperlukan narasi yang komunikatif agar memiliki daya tarik.
Banyak orang berburu wisata kuliner namun gagal mendapatkan informasi terkait makna sosial budaya kuliner tersebut, karena tidak adanya narasi kuliner di daerah tersebut.
Dengan demikian, diharapkan narasi komunikatif mengenai Dawet Ayu akan mengangkat nama kuliner tradisional tersebut, agar makin populer lagi.
Terutama pada bulan Ramadhan seperti sekarang ini, perlu juga dijadikan momentum untuk makin mengintensifkan promosi Dawet Ayu.
Karena, berbuka puasa dengan Dawet Ayu, bisa menjadi alternatif yang menarik bagi mereka yang membutuhkan sensasi kesegaran yang berpadu dengan gelombang kenangan.
Baca juga: Wabup Kapuas Hulu doyan makan kerupuk basah saat berbuka puasa
Baca juga: Permintaan jajanan madumongso meningkat di Ramadhan
Baca juga: Nasi jaha takjil favorit warga Ternate
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2022