Menurutnya, Ramadhan yang juga disebut sebagai syahru rahmat atau bulan yang penuh rahmat ini tidak hanya sekadar diisi dengan ritual berpuasa semata. Esensi seharusnya adalah membentuk Muslim menjadi pribadi yang menyebar rahmat.
"Ini adalah momen di mana kesabaran, perdamaian, dan kasih sayang menjadi fokus latihan. Jadi, jika seseorang berpuasa, tetapi tidak mempraktikkan sifat-sifat tersebut, maka dia sebenarnya gagal memahami esensi sejati dari puasa," ucap Syarif dalam keterangan tertulis diterima di Jakarta, Rabu.
Akademisi dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta ini menjelaskan bahwa dalam bulan Ramadhan, umat Islam dilatih untuk bersabar, menurunkan ego, dan mengasihi sesama manusia. Muslim yang berpuasa juga seharusnya menghindari provokasi dan konflik.
"Maka dari itu, jika ada seseorang yang berpuasa lalu ia justru menebar konflik dan hal-hal yang negatif, maka dipastikan ia telah gagal dalam memahami esensi puasa itu sendiri. Kalau orang yang memahami esensi puasa pasti dia akan jadi pribadi yang ramah dan menebar rahmat kepada seluruh manusia," ucap Syarif.
Ibadah puasa juga memiliki peran penting dalam menghindarkan seseorang dari sikap merasa paling benar. Ia menjelaskan, kesombongan dan sikap merasa paling benar seringkali disebabkan oleh keterbatasan ilmu dan wawasan seseorang.
Di sisi lain, ia yakin ibadah puasa juga memiliki pengaruh positif dalam mereduksi fenomena islamofobia. Hal itu bisa dilakukan dengan memanfaatkan bulan Ramadhan sebagai momentum untuk lebih memahami ajaran agama.
Baca juga: Pemkot Batu libatkan puluhan UMKM dalam KWB Ramadhan Festival 2024
Baca juga: BI DIY siapkan Rp5,5 triliun untuk kebutuhan Ramadhan-Lebaran 2024
Menurutnya, memahami ajaran agama dengan baik merupakan hal utama dalam mereduksi islamofobia. Esensi ajaran agama tersebut kemudian harus diimplementasikan ke dalam kehidupan sehari-hari.
Dia juga menekankan pentingnya umat Islam untuk memahami bahwa ajaran agama tidak mendukung kekerasan dalam bentuk apa pun. Dalam hal ini, Syarif menyoroti konsep jihad yang sering disalahpahami hingga digunakan untuk kepentingan politik atau ekonomi.
Umat Islam, kata dia, perlu memahami ajaran agama dari sumber-sumber kredibel. Hal ini termasuk dari ulama yang berpengalaman dan mampu membawa kedamaian dalam masyarakat, terutama di kalangan masyarakat Indonesia yang beragam latar belakang.
"Dalam Islam, pluralitas pemahaman ajaran agama itu jelas diperbolehkan dan diakui. Oleh karena itu, orang yang benar-benar memahami ajaran Islam akan menghargai keragaman dan tidak merasa bahwa pendapatnya adalah satu-satunya yang benar," tutur dia.
Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2024