Jakarta (ANTARA) - Ahli yang dihadirkan oleh kubu Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Abdul Chair Ramadhan mengatakan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) tidak berwenang mengadili perkara dugaan pelanggaran administratif pemilu yang terstruktur, sistematis, masif (TSM).

Abdul menuturkan perkara TSM semestinya diadili oleh Bawaslu, sebagaimana Peraturan Bawaslu Nomor 8 Tahun 2022. MK, kata dia, hanya berwenang mengadili keberatan terhadap hasil penghitungan suara, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pemilu.

“Tegasnya, selain penghitungan suara adalah bukan menjadi kompetensi Mahkamah Konstitusi,” kata Abdul saat memberi keterangan dalam sidang lanjutan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 di Gedung I MK RI, Jakarta, Kamis.

Dia mengutip Pasal 475 ayat (2) Undang-Undang Pemilu bahwa “Keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya terhadap hasil penghitungan suara yang memengaruhi penentuan terpilihnya pasangan calon atau penentuan untuk dipilih kembali pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden”.

Menurut Abdul, frasa hanya terhadap hasil penghitungan suara bermakna pembatasan kewenangan MK dalam mengadili sengketa pilpres. Di sisi lain, imbuh dia, terdapat dalil bahwa ketentuan hukum harus dilaksanakan berdasarkan susunan kalimatnya.

“Di sini tidak ada peluang untuk memperluas atau menafsirkan lain kewenangan MK tersebut. Dengan kata lain, tidak boleh ada rechtsvinding (penemuan hukum),” tutur dia.

Atas dasar itu, ia menyebut desakan kepada MK untuk melakukan upaya atau tindakan progresif guna mengadili perkara pelanggaran administratif pemilu yang bersifat TSM dan memutus pembatalan terhadap Prabowo-Gibran serta melakukan pemungutan suara ulang tidaklah dibenarkan secara hukum.

“Majelis hakim MK, ahli meminjam teori Von Buri, conditio sine qua non, bahwa tidak ada pelaporan administratif pemilu secara TSM kepada Bawaslu, maka akan berdampak terhadap pelaporan itu sendiri. Dugaan pelanggaran tersebut dianggap tidak pernah ada dan hal ini tentu menjadikan MK tidak berwenang mengadili perkara a quo,” tutur Abdul.

Dalam PHPU Pilpres 2024, pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 1 Anies-Muhaimin pada intinya meminta MK membatalkan Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun.

Anies-Muhaimin juga memohon MK mendiskualifikasi pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut dua Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sebagai peserta Pilpres 2024. Keduanya turut meminta MK memerintahkan kepada KPU melakukan pemungutan suara ulang Pilpres 2024 tanpa mengikutsertakan Prabowo-Gibran.

Sementara itu, pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 3 Ganjar-Mahfud memohon MK membatalkan Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024.

Mereka turut meminta MK mendiskualifikasi Prabowo-Subianto selaku pasangan calon peserta Pilpres 2024. Kemudian, juga memohon MK memerintahkan KPU melakukan pemungutan suara ulang untuk Pilpres 2024 hanya antara Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud.
Baca juga: Pengamat: Pemanggilan menteri ke MK tingkatkan kepercayaan publik
Baca juga: Rahmat Bagja tegaskan Bawaslu tak pilih-pilih tangani perkara pemilu
Baca juga: Pengamat: Sulit buktikan kecurangan pemilu melalui bansos di sidang MK
Baca juga: Ahli nilai MK bisa tangani pelanggaran TSM di luar UU Pemilu

 

Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024