“Belum bisa digunakan untuk mudik Lebaran, tapi paling tidak untuk jalur alternatif kalau ada macet di jalan nasional bisa melewati seksi 1 di Simpang Perawang,” kata Humas Proyek Jalan Tol Pekanbaru-Dumai dari PT Hutama Karya, Yanuar WN, kepada ANTARA di Pekanbaru, Selasa.
Berdasarkan pantauan ANTARA di proyek tol, pengerjaan fisik di seksi 1 dan 2 juga belum rampung 100 persen. Yanuar menjelaskan, proyek di seksi 1 dengan panjang 9,5 kilometer baru selesai sekitar 54 persen.
Kendala paling utama pada pembangunan jalan tol Pekanbaru-Dumai sepanjang 131,48 Km itu adalah pada penyediaan lahan karena masih ada masalah pada pembebasan lahan dan pelepasan status kawasan hutan.
Yanuar mengatakan pada seksi 1 ada masalah pada proses penyerahan jalan ketika Pemerintah Kota Pekanbaru sudah melepas jalan kota itu kepada Ditjen Bina Marga, namun belum ditindaklanjuti ke Badan Pengelola Jalan Tol (BPJT) sehingga PT Hutama Karya tidak bisa mengerjakan pada bagian sepanjang 1,6 Km itu. Kemudian ada masalah pada pemindahan pipa minyak PT Chevron di area stasiun 8 jalan tol, yang bersilangan dengan jalan nasional. Di lokasi itu juga terdapat masalah pada ganti rugi kantor Koramil Minas yang berada di lintasan jalan tol.
“Padahal sudah ada tanah penggantinya, tinggal di bangun kantornya saja, dan kantor sementara juga sudah kita sewakan tak jauh dari sana,” katanya.
Selain itu, di akses tol di daerah Minas Kabupaten Siak, kontraktor tidak bisa melanjutkan pembangunan sepanjang 150 meter karena masalah ganti rugi lahan tersebut. Area itu direncanakan sebagai pintu masuk dan keluar tol. Warga pemilik lahan menolak hasil pengadilan yang menggunakan mekanisme konsinyasi.
Kemudian di seksi 2 yang panjangnya 24 kilometer, progres pembangunan baru berkisar 39 persen. Kendala di area ini lebih rumit karena masalah pelepasan kawasan hutan sepanjang 7,5 kilometer di konsesi PT Arara Abadi.
Yanuar mengatakan, Hutama Karya sudah mengantongi surat kelayakan lingkungan hidup dan juga izin pinjam pakai dari Kementerian Lingkungan Hidup. Namun, ternyata di area itu tidak semua berbentuk kebun akasia PT Arara Abadi, melainkan juga ada kelapa sawit dan permukiman masyarakat yang sudah punya alas hak berupa sertifikat tanah.
“Itu yang membuat kami bingung kawasan hutan siapa yang menerbitkan alas haknya, dan siapa nanti yang membebaskan lahan tersebut karena tidak semua lahan itu tanaman akasia,” ujarnya.
Sebelumnya, Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Danang Parikesit pada awal April mengatakan Tol Pekanbaru-Dumai terbagi menjadi enam seksi dengan nilai investasi sebesar Rp16,2 triliun. Progresnya secara keseluruhan saat ini sudah mencapai 37 persen dengan target 33 Km akan rampung pada akhir tahun 2019 dan 98 Km tahun 2020.
Baca juga: Dukung kelestarian hayati, tol Pekanbaru-Dumai akan dilengkapi lima terowongan perlintasan gajah
Baca juga: Presiden Jokowi tinjau progres tol Pekanbaru-Dumai
Pewarta: FB Anggoro
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2019