"Jika ingin mengurangi kesenjangan dan meningkatkan pemerataan, maka ekonomi syariah bisa menjadi solusinya," ujar Prof Arfin Hamid saat menjadi pembicara dalam Dialog Ramadhan di Masjid Al Markaz Al Islami Makassar, Jumat.
Ia mengatakan konsepsi sistem ekonomi Islam mengejar pemerataan dan kesejahteraan. Konsep ini bertolak belakang dengan hukum ekonomi kapitalisme yang banyak dijalankan.
Dia menjelaskan sistem ekonomi kapitalisme mengejar pertumbuhan namun meninggalkan pemerataan. Kapitalisme membuat kesenjangan ekonomi yang lebar, korupsi, penyimpangan kekuasaan, hedonistik, individualisme, gaya hidup boros, konsumtif, dan tekanan mental serta psikologis.
Ia menguraikan, ekonomi Islam tidak hanya berkenaan dengan bank Islam. Ekonomi Islam adalah mendorong umat berwirausaha di mana konsep ini sudah cukup berhasil di beberapa negara seperti Malaysia.
"Saat telah memiliki banyak uang, simpan uang di bank syariah. Uang sebagai alat tukar, bukan komoditas," ungkapnya.
Sementara itu Prof Basri Hasanuddin menyatakan konsep ekonomi syariah di era millenial ini menjadi solusi setelah dua faham ekonomi yakni kapitalisme dan sosialisme menguasai perekonomian di banyak negara.
"Dunia ini dikuasai oleh dua faham ekonomi yakni kapitalisme dan sosialisme. Tetapi di era milenial ini ada solusi yang sudah harus diterapkan yakni ekonomi syariah," katanya.
Basri yang juga mantan Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menkokesra) era Abdurrahman Wahid (Gusdur) mencontohkan beberapa negara yang sudah cukup sukses seperti Malaysia dan Inggris.
"Ekonomi syariah ini bisa dijalankan oleh semuanya tidak mesti harus Islam. Di London, Inggris ekonomi syariah ini sudah mulai diterapkan dan pakar-pakar ekonomi dunia lainnya juga di belahan negara barat sekarang ini sedang mengkajinya," terangnya.
Pada dialog Ramadhan ini, Pemimpin Wilayah Bank Muamalat Wilayah Sulawesi, Maluku, dan Papua, Ahmad S Ilham ditunjuk sebagai moderator dengan beberapa narasumber lainnya.
Pewarta: Muh. Hasanuddin
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2019