"Sejak lima tahun lalu, percetakan manual perlahan mulai ditinggalkan konsumen. Mereka beralih ke percetakan digital," kata Bayu yang kesehariannya bekerja sebagai pencetak undangan pernikahan dan sablon di Jalan Kali Baru, Senen, Jakarta Pusat, Selasa.
Ia mengungkapkan, pesanan jumlah banyak saat ini lebih memilih ke percetakan digital lantaran lebih murah. "Kami mesti banting harga supaya konsumen tidak beralih, contohnya cetak undangan, di Pasar Tebet harganya Rp15.000 per lembar, sementara di sini (Pasar Senen) cuma Rp8.000 per lembar," ujarnya.
"Percetakan manual mesti bikin tata letak, plat... ribet. Kalau sekarang modal flashdisk saja orang sudah bisa bawa ke percetakan digital," tambahnya.
Hal senada juga disampaikan Ahmad, pemilik bisnis percetakan undangan dan buku. Kemajuan teknologi mesin pencetak menurunkan omsetnya hingga 10 persen. "Ada sekitar 10 persen turun. Penjualan sepi semenjak ada digital," ucapnya.
Di sekitaran Pasar Senen, puluhan percetakan berdiri dengan ruko-ruko kecil di pinggiran sungai melayani jasa cetak undangan, kalender, baliho hingga buku.
Aktivitas pekerja dimulai sejak jam 08.00 pagi hingga 20.00 malam. Deru mesin cetak manual dan otomatis terdengar bising menyaru dengan suara kendaraan bermotor yang berlalu-lalang di kawasan tersebut.
Proses percetakan dilakukan mulai dari mulai pemotongan kertas, perekatan hingga penyusunan kertas sampai menjadi buku maupun undangan pernikahan. Semua proses itu manual, kecuali desain yang menggunakan komputer dan percetakan mengandalkan mesin cetak.
Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019