... ini hanya mungkin dilakukan di perguruan tinggi yang sudah sangat matang institusinya atau perguruan tinggi yang sama sekali baru...
Jakarta (ANTARA) - Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) Dr Arif Satria mengatakan tidak mudah bagi rektor asing memimpin perguruan tinggi di Indonesia dengan ekosistem yang belum ideal, di antaranya dari sisi kultur birokrasi kampus, serta kematangan akademik yang belum sempurna; sehingga tidak mudah bagi rektor asing untuk beradaptasi.

"Mungkin butuh waktu lebih lama bagi rektor asing untuk mempelajari sistem dan beradaptasi," kata dia saat dihubungi dari Jakarta, Jumat.

Ia berkata, dalam kancah global, kehadiran dosen dan rektor berkebangsaan asing di suatu negara bukanlah hal yang aneh lagi karena banyak perguruan tinggi kelas dunia menerapkan hal itu. 

Akan tetapi, lanjut dia, untuk konteks Indonesia hal itu menjadi menarik untuk dicermati.

Menurut dia, ekosistem yang berbeda terjadi Indonesia sehingga proses rekrutmen rektor asing akan lebih mudah untuk perguruan tinggi baru yang sedang dalam proses membangun sistem.

Juga baca: Menyoal wacana Rektor Asing

Juga baca: Yosep Parera: merekrut rektor asing tak sejalan dengan Pancasila

Juga baca: Nasir targetkan PTN yang dipimpin rektor asing tembus 100 besar dunia

"Atau, bisa juga untuk perguruan tinggi yang sudah sangat matang institusinya," kata dia yang terpilih sebagai ketua Forum Rektor Indonesia periode 2020-2021.

Walaupun wacana ini menarik untuk dicermati, dia mengingatkan biasanya rektor asing tidak akan datang sendirian. Mereka akan bawa gerbong juga untuk memperkuat tim kerja nya.

"Kondisi ini hanya mungkin dilakukan di perguruan tinggi yang sudah sangat matang institusinya atau perguruan tinggi yang sama sekali baru," kata Satria.

Terkait target Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi agar perguruan tinggi negeri mampu masuk dalam 100 besar dunia, menurut dia, saat ini IPB telah masuk ke dalam Top 100 Perguruan Tinggi dunia versi QS WUR By Subject on Agriculture and Forestry.

"Dengan posisi saat ini di peringkat 74 dunia lebih tinggi dibandingkan dengan UPM-Malaysia," kata dia.

Menurut dia peringkat ini merupakan lompatan besar yang dilakukan IPB, karena sejak 2017 berada di peringkat 750-800. Pada 2018 ada di peringkat 701-750, dan 2019 di peringkat 601-650.

"Kenaikan 2018-2019 hampir 100 peringkat. Itu satu lompatan yang cukup besar," katanya.

Ia menambahkan peningkatan bisa dilakukan dengan pengembangan atmosfir akademik yang kondusif (didukung fasiltas riset, sumberdaya dan regulasi) yang dapat memperkuat dan meningkatkan jejaring dan mobilitas 'international researchers'.

Sebelumnya Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir mewacanakan mengimpor rektor asing dalam rangka menaikkan peringkat perguruan tinggi Indonesia masuk dalam 100 besar dunia.

Bahkan Nasir mengaku telah mengantongi izin dari Presiden Joko Widodo soal rencana pemerintah yang akan mendatangkan rektor asing.

"Sudah saya sampaikan secara lisan, Bapak Presiden setuju," katanya usai menghadiri pengambilan sumpah dokter baru Universitas Diponegoro di Semarang, Jawa Tengah, Kamis (1/8).

Selanjutnya, kata dia, rencana itu akan disampaikan dalam rapat kabinet agar dapat direspons.

Tahapan berikutnya, menurut dia, akan dilakukan perbaikan terhadap tata kelola serta peraturan perundang-undangan yang berlaku.

"Anggaran, sistem akan ditata. Undang-undang harus diperbaiki," katanya.

Penerapan wacana rektor asing yang akan dimulai pada 2020 itu, diawali dengan pemetaan perguruan tinggi yang akan melaksanakannya.

Pewarta: Laily Rahmawaty
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019