"Kalau kita lihat undang-undang, KPK berlokasi di ibu kota negara. Jadi kalau pindah ibu kota ya seharusnya kalau undang-undang KPK belum diganti, kami juga harus pindah," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di Kantor Kemendagri, Jakarta, Selasa.
Berdasarkan Pasal 19 ayat 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi disebutkan bahwa gedung KPK berkedudukan di ibu kota negara.
Àdapun bunyi Pasal 19 ayat 1 tersebut, yakni Komisi Pemberantasan Korupsi berkedudukan di ibu kota negara Republik Indonesia dan wilayah kerjanya meliputi seluruh wilayah negara Republik Indonesia.
Baca juga: Pengamat: Regulasi pemindahan ibu kota belum komprehensif
Baca juga: Mendagri tegaskan ibu kota baru tidak menjadi daerah otonomi
Baca juga: Menteri PUPR jelaskan tahapan pembangunan ibu kota baru pada 2020
Laode memastikan KPK juga akan ikut mengawasi proses pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Kalimantan Timur yang memakan biaya yang sangat besar.
"Oh iya iya iya, semua infrastruktur besar itu selalu akan kita upayakan untuk diawasi pelaksanaannya," kata Laode.
KPK akan dibantu Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk mengawal anggaran pemindahan ibu kota baru.
"Saya yakin BPKP, BPK juga sangat serius untuk mengawal itu. Jadi, ya kita upayakan tata kelolanya baik ke depan," katanya.
Berdasarkan hasil kajian Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), butuh sekira Rp466 triliun untuk proses pemindahan serta pembangunan ibu kota baru di Kaltim.
Uang Rp466 triliun tersebut rencananya akan bersumber dari APBN, Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) serta pihak swasta.
Pewarta: Syaiful Hakim
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2019