"Hidangan yang cenderung manis ini sebaiknya dikonsumsi setelah sebelumnya mengonsumsi makanan besar yang seimbang agar perut sudah terasa setengah kenyang untuk mencegah makan berlebih," kata dia saat dihubungi, Minggu.
Sekretaris Perhimpunan Dokter Spesialis Gizi Klinik Indonesia (PDGKI) Jaya itu menjelaskan bubur pacar cina terbuat dari bahan dasar tepung yang dicampur gula pasir atau gula merah dan diberi santan, kurang lebih sama dengan hidangan khas Betawi lainnya seperti es selendang mayang.
Menurut dia, baik tepung maupun gula merupakan karbohidrat sederhana, sehingga sebenarnya kurang ideal untuk dijadikan makanan berbuka puasa saat kadar gula darah rendah.
Asupan gula, dapat menyebabkan lonjakan kadar gula darah dalam tubuh, mudah lapar, serta mengganggu metabolisme tubuh secara umum.
Baca juga: Pakar gizi bolehkan santap aneka bubur asal jumlah gula dibatasi
Baca juga: Filosofi "Bubur Kampiun" di balik strategisnya Bazaar Takjil Benhil
Kemudian, jika dibiarkan terjadi dalam jangka panjang, maka lonjakan gula darah ini berisiko menyebabkan berbagai penyakit, seperti diabetes, stroke, serangan jantung, dan penyakit pembuluh darah kecil.
"Terlebih, kalori yang terkandung dalam satu porsi es selendang mayang cukup besar, yaitu sekitar 200-250 kkal," kata Adelina yang berpraktik di RS Pondok Indah-Puri Indah itu.
Tetapi, bagi masyarakat yang ingin berbuka puasa dengan es selendang mayang atau bubur pacar cina, dia menyarankan untuk memisahkan dulu santan dan gulanya sehingga dapat ditambahkan sendiri secukupnya.
"Cara ini dapat membantu untuk membatasi porsi nutrisi yang kurang baik dan menyeimbangkan nutrisi makanan," tutur Adelina.
Dia menambahkan, masyarakat perlu memperhatikan asupan saat berbuka puasa. Dia menyarankan mereka memilih makanan yang kaya serat, vitamin, dan mineral.
Kekurangan serat tidak hanya membuat buang air besar tidak lancar, tetapi juga dapat mempengaruhi keseimbangan bakteri baik di usus. Karena itu, pastikan masyarakat memasukkan aneka sayur dan buah ke dalam menu berbuka puasa.
Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
Editor: Sri Muryono
Copyright © ANTARA 2024