Oleh sebab itu, dia mengatakan bahwa masyarakat Indonesia, terutama pemeluk agama Islam, dapat mensyukuri hal tersebut.
"Memeluk Islam di negara lain belum tentu bisa senyaman di Indonesia. Selain itu, rasa syukur menjadi orang Indonesia ini ada karena umat muslimnya difasilitasi dengan adanya nilai-nilai kebaikan setempat atau yang kita kenal juga dengan istilah local wisdom (kearifan lokal)," ujar Prof. Muammar dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu.
Sekretaris Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sulawesi Selatan tersebut menerangkan bahwa kearifan lokal dalam Al-Qur'an merujuk pada segala nilai kebaikan, baik yang muncul dari ajaran agama maupun yang berasal dari masyarakat.
Selama nilai-nilai kearifan lokal tidak bertentangan dengan syariat Islam, menurut dia, esensi kebaikan di dalamnya perlu dikembangkan dan dilestarikan sebagai bentuk kekayaan budaya umat Islam di Indonesia.
Ia menyebut salah satu kearifan lokal pada masa Idulfitri adalah Lebaran Ketupat. Kebiasaan tersebut, kata dia, bisa meningkatkan kerukunan masyarakat dan menunjukkan keterkaitan yang kuat antara Idulfitri dan semangat kebangsaan Indonesia.
"Terdapat relevansi yang sangat terasa antara perayaan Idulfitri dengan semangat kebangsaan, serta kebersamaan orang Indonesia. Kenapa? Karena salah satu makna Idulfitri itu adalah kembali ke fitrah. Fitrahnya kita ini 'kan diciptakan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku," katanya.
Karena fitrah tersebut, lanjut dia, pada hari Lebaran terdapat masyarakat yang pulang kampung karena rindu kampung halamannya.
Baca juga: Ratusan warga Sruni Boyolali arak sapi, rayakan Lebaran Ketupat
Baca juga: Polres Pekalongan cegah balon udara liar sambut tradisi Syawalan
Pewarta: Rio Feisal
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2024