Tiga tahun berturut-turut, umat Muslim Indonesia akan menjalankan ibadah puasa Ramadhan dalam suasana penuh keprihatinan, karena kehidupan bersama masih harus berdampingan dengan pandemi COVID-19.
Namun, pada ibadah puasa Ramadhan tahun ini, setidaknya ada yang patut disyukuri bersama dibanding tahun lalu atau tahun pertama pandemi COVID-19. Menyusul pelonggaran terbaru atas beberapa prosedur di ruang publik, ada keleluasaan bagi umat untuk beribadah bersama.
Misalnya, umat sudah diizinkan shalat wajib berjamaah, Shalat Tarawih dan melakukan kegiatan keagamaan lainnya di masjid dan mushala yang berada di zona hijau dan kuning.
Tentu, tetap dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat dan pembatasan kapasitas. Pelonggaran ini menjadi pertanda progres bersama yang cukup signifikan dalam penanganan pandemi di dalam negeri.
Sudah barang tentu perkembangan itu patut disyukuri, terutama kalau diperbandingkan dengan situasi di sejumlah negara. Masih ada negara yang tetap memberlakukan pembatasan yang ketat, termasuk membatasi shalat berjamaah tertentu, seperti Tarawih. Bahkan, ada negara yang sepenuhnya masih memberlakukan larangan shalat berjamaah di masjid-masjid dan mushala.
Umat Islam di Maroko, misalnya, di Bulan Ramadhan tahun ini masih belum diizinkan shalat Tarawih berjamaah di masjid dan mushala. Bahkan, selama bulan Ramadhan, berlaku perpanjangan jam malam (larangan keluar rumah) hingga pukul 06.00 pagi.
Di Tunisia, Yordania, Qatar dan Oman, juga berlaku jam malam. Bahkan, pembatasan di Yordania dan Tunisia jauh lebih ketat. Karena alasan perkembangan pandemi, umat belum diizinkan Shalat Maghrib, Isya dan Tarawih secara berjamaah di masjid-masjid. Pemerintah Qatar, bahkan melarang warganya melaksanakan Shalat Tawarih berjamaah, dan hanya membolehkan Shalat Maghrib dan Isya secara berjamaah.
Untuk negara-negara di kawasan Timur Tengah, hanya Saudi Arabia yang tidak melarang shalat berjamaah di masjid. Membolehkan Shalat Tarawih berjamaah, tapi pihak berwenang di Saudi Arabia tetap melarang iktikaf (bermalam di masjid, tadarus Al-Quran), buka puasa dan sahur bersama-sama.
Lain lagi dengan Mesir yang menerapkan syarat ketat untuk bisa Shalat Tarawih berjamaah di masjid. Misalnya, larangan mengambil air wudhu di masjid. Bahkan, untuk melindungi umat dari penularan virus, toilet dan tempat berwudu di areal masjid ditutup.
Maka, umat Muslim di Indonesia patut bersyukur karena sudah dibolehkan melakukan ibadah berjamaah, walau tetap dengan penuh kehati-hatian karena Pandemi COVID-19 yang masih mewabah. Sikap bersyukur itu hendaknya dipegang teguh oleh umat, karena bersyukur menjadi hakikat dari puasa Ramadhan itu sendiri.
Sebagaimana diyakini bersama, berpuasa bukan sekadar menjaga dan membatasi aktivitas fisik dari kegiatan yang berhubungan dengan makan, minum dan hubungan suami-istri di siang hari.
Lebih dari itu, dalam puasa Ramadhan, umat Islam didorong untuk mampu mengendalikan batin. Maka, sudah selayaknya umat tetap bersyukur walau masih ada pembatasan dengan ketentuan protokol kesehatan. Dalam konteks keleluasaan ibadah puasa Ramadhan tahun ini, Indonesia jauh lebih longgar dibandingkan sejumlah negara lainnya.
Selama menjalankan puasa Ramadhan, umat Islam juga ditekankan untuk mengedepankan kemauan untuk bersabar. Tentu saja, karena Indonesia masih tetap harus mewaspadai pandemi COVID-19, kesabaran umat pada periode puasa Ramadhan tahun ini jelas harus berlipat-lipat. Artinya, di satu sisi umat dituntut bersabar dalam menjalankan perintah agama, tetapi pada sisi lain umat harus mau lebih bersabar lagi dalam menghadapi ujian kehidupan terkait ancaman pandemi sekarang ini.
Setiap orang yang sedang menjalankan ibadah puasa sesungguhnya sedang berada di puncak kesabaran yang tidak ada bandingannya. Bersabar merupakan sikap terpuji yang sangat dianjurkan. Setiap orang yang memilih sikap bersabar memiliki kedudukan yang tinggi dan sangat dekat dengan Sang Maha Pencipta. Pahala pun semakin besar, ketika umat harus bersabar dan bersyukur di tengah berbagai keterbatasan saat menjalankan ibadah puasa Ramadhan, maupun ibadah wajib serta sunnah lainnya.
Selain bersabar menyikapi pembatasan sebagaimana diatur dalam protokol kesehatan, umat pun didorong untuk bersabar menyikapi tantangan lainnya, yakni kenaikan harga sejumlah kebutuhan pokok yang sudah terjadi menjelang bulan Ramadhan. Bahkan, harga bahan bakar minyak (BBM), jenis Pertamax, juga naik pada awal April 2022.
Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) melaporkan bahwa harga beberapa komoditas bahan pokok mulai merangkak naik, antara lain bawang putih, telur ayam, daging sapi, minyak goreng dan gula pasir.
Kesabaran umat menyikapi kecenderungan itu hendaknya direspons pemerintah dengan bekerja lebih keras. Dalam situasi seperti sekarang, dibutuhkan kebijakan yang berfokus pada pengendalian harga kebutuhan pokok masyarakat.
Ingat bahwa dampak pandemi COVID-19 yang berkepanjangan menyebabkan perekonomian keluarga-keluarga Indonesia belum sepenuhnya pulih. Bahkan, tidak sedikit keluarga yang menyongsong bulan Suci Ramadhan tahun ini dengan penuh keprihatinan karena aspek perekonomian mereka benar-benar belum pulih. Kenaikan harga BBM sudah pasti akan menambah tekanan kepada jutaan keluarga.
Para menteri ekonomi diharapkan peduli pada masalah ini. Lonjakan harga kebutuhan pokok selama periode Puasa Ramadhan hendaknya tidak dibiarkan. Kecenderungan sekarang ini perlu direspons dengan operasi pasar, agar fluktuasi harga kebutuhan pokok mencapai tingkat kewajarannya.
Idealnya, kenaikan harga BBM pun ditunda dulu. Sebab, dalam periode Puasa Ramadhan, masyarakat akan melaksanakan tradisi mudik. Kalau kenaikan harga BBM dipaksakan pada awal bulan puasa, beban pengeluaran atau belanja masyarakat akan membengkak, baik oleh kenaikan harga kebutuhan pokok maupun akibat dari kenaikan harga BBM.
Sudah menjadi pemahaman bersama bahwa masyarakat ingin melaksanakan ibadah Puasa Ramadhan dengan khusyuk. Dukungan yang paling dibutuhkan dari pemerintah hanyalah pengendalian harga kebutuhan pokok, termasuk kesediaan menunda kenaikan harga BBM.
Selamat Menjalani Ibadah Puasa Ramadhan 1443 Hijriah.
*) Bambang Soesatyo adalah Ketua MPR RI, kandidat doktor ilmu hukum UNPAD dan Dosen Fakultas Hukum, Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FHISIP) Universitas Terbuka.
Copyright © ANTARA 2022